Page 20 - Ainun dan Manusia Daun
P. 20

“Jadi, maumu apa?” Mak Singkay mulai emosi.


                    “Mau  saya Mak  itu memperlakukan Ainun seperti

            memperlakukan saya juga. Saya juga ingin Mak  tidak bernafsu
            untuk  memiliki warisan yang  ditinggalkan almarhum ibunya

            Ainun,” jawab Aida.


                    “Oh,  jadi  kamu berani bicara begitu  pada ibu yang
            melahirkanmu!” Mak Singkay semakin emosi.


                    Aida terpaksa bicara tegas untuk  memberi tahu  ibunya
            karena ia malu sekali. Malu kepada Ainun dan malu kepada Pak

            Liwai.


                    Beralih kepada Ainun, sejak kejadian di sungai beberapa
            hari yang lalu, Ainun sering bertanya-tanya dalam hati. Apa dan

            siapakah gerangan sosok  manusia daun yang dilihatnya itu.
            Adakah orang yang sengaja untuk menakut-nakutinya. Semenjak

            itu, Ainun tidak lagi mencuci di tempat yang lengang, ia memilih di
            tempat yang agak ramai.


                    Ainun ingin menceritakan sosok yang pernah dilihatnya

            di  sungai kepada ayahnya. Namun, ia takut, jangan-jangan
            nanti jadi pikiran ayahnya pula. Apalagi saat ini ayahnya sering

            menyampaikan keinginan untuk menimang cucu.


                    “Ah, menikah saja belum. Masa punya anak,” bisik  Ainun
            sambil menatap langit-langit biliknya.

                                         15
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25