Page 24 - Ainun dan Manusia Daun
P. 24

“Nah, benar itu. Siapa tahu pemuda yang senang itu belum

            ingin memperlihatkan wajahnya,” tambah bapak yang lainnya.


                    “Ah, kalian bisa saja. Saya ini serius. Anak saya itu jujur. Ia
            menceritakan karena memang melihat dengan matanya sendiri.

            Itu sudah terjadi beberapa kali,” Pak Liway meyakinkan.


                    “Ya,  saya  jadi ingat. Beberapa  tetua  kita  di warung  ini
            pernah bercerita. Konon, berpuluh-puluh  tahun  yang  lalu,  saat

            kampung  ini sebagian  masih belantara,  ada  orang  yang  senang
            tinggal di rimba. Sampai sekarang kita tidak ada yang tahu, apakah

            orang-orang di rimba itu masih ada,” Pak Soki yang punya warung
            menjelaskan.


                    Mendengar cerita Pak Soki, bapak-bapak  yang lain

            terdiam, kemudian mereka saling berpandangan. Karena rasa
            kebersamaan orang-orang di Kampung Sempalang ini sangat baik,

            mereka sepakat untuk meninjau langsung ke sungai, terutama di
            sekitar hulu sungai. Namun, sehari kemudian, setelah beberapa

            orang datang ke sungai, mereka tidak melihat sosok aneh itu.


                    Di langit, bulan  memancarkan cahayanya. Beberapa
            bintang menemani dengan setia. Ainun duduk seorang diri di balai-
            balai bambu yang ada di depan rumahnya. Malam itu, ia mencoba

            mengingat-ingat  kembali  sosok  yang  duduk di batu  besar nan

            menghampar di hulu sungai. Muncul rasa takut, lalu penasaran,


                                         19
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29