Page 7 - Ainun dan Manusia Daun
P. 7
sekolah. Seperti almarhum ibunya yang selalu mengantarkan nasi
ke tambak, Ainun juga setiap hari mengantarkan makanan buat
ayahnya. Hanya saja, jika almarhum ibunya berangkat menjelang
tengah hari, kini Ainun mengantarkannya setelah ia pulang dari
sekolah. Kadang-kadang Ainun menemani ayahnya di tambak
sampai petang.
Melihat pekerjaan dan tanggung jawab anak gadisnya,
mulai dari menyelesaikan pekerjaan rumah, mengantarkan
makanan untuknya ke tambak, dan juga harus menuntut ilmu
di sekolah, sebagai seorang ayah Pak Liwai merasa bersalah.
Menurutnya, terlalu berat beban anak perempuannya itu.
Suatu hari, ketika Ainun dengan napas terengah-engah
sampai di tambak sambil menjinjing bungkusan makanan di
tangan kanan dan ceret minum di tangan kiri, Pak Liwai sedih
sekali.
“Terlalu berat perjuangan hidupmu, Nak!” Pak Liwai
berkata dalam hati sambil menghapus butiran halus yang menetes
ke pipi legamnya.
Pak Liwai sangat sayang kepada Ainun. Setiap hari
membanting tulang, tak kenal hujan tak kenal panas demi
menghidupi dan membiayai sekolah anak satu-satunya. Tidak
sedikit pun terbersit di hati Pak Liwai untuk menyakiti buah
hatinya. Baginya, Ainun adalah segala-segalanya.
2