Page 40 - Cerita Air Mata Cilubintang
P. 40

sambil membelai rambut Cilubintang yang terurai
            rapi itu.

                 Kele Liang dan Cilubintang menjalani

            kehidupannya bersama-sama  dengan semua

            pendatang di gunung itu. Mereka hidup bersatu

            tanpa  ada  perbedaan  sedikit  pun.  Tidak  ada
            perbedaan antara orang asli dan pendatang. Mereka

            hidup dalam keragaman. Ada pendatang dari Jawa,

            Bugis, Buton, dan lain-lain. Sampai sekarang ini,
            Pulau Banda terkenal dengan masyarakatnya yang

            terbuka menerima keberagaman.

                 Hari itu warga Gunung Keliy dikagetkan dengan

            penemuan seorang mayat. Musibah angin tofan

            masih menyimpan trauma yang luar biasa.
                 “Laki-laki atau perempuan? Orang tua atau

            anak-anak?” seru seorang wanita dari Bugis sambil

            berlarian menuju ke pantai.
                 “Hmm, apa  mungkin ia  korban bencana

            kemarin?” timpal pendatang lainnya.

                 Suasana mencekam. Semua warga tiba-tiba

            teringat akan saudara dan kerabat yang hilang




                                          32
   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45