Page 43 - Cerita Air Mata Cilubintang
P. 43

sawo matang itu tidak mau menjadi beban untuk
            kakaknya. Ia akan selalu tersenyum meski kadang

            hatinya menangis.

                 Hingga suatu hari ia benar-benar tidak mampu

            menahan kesedihannya lagi. Ia sangat merindukan

            keluarganya.
                 “Kalian di mana, Ibu, Ayah. Kembalilah,

            kembalilah. Aku tak mampu hidup tanpa kalian.

            Kasihan Kakak. Aku tak mau selamanya menjadi
            beban untuknya. Kembalilah,” bisiknya dalam hati,

            lirih.

                 Sedih  pun  tak  tertahankan, Cilubintang

            menangis dan menggosok-gosok kakinya di tanah.

            Tangisan itu terdengar sangat pilu. Inilah pertama
            kalinya  ia  menangis. Cilubintang diperlakukan

            selayaknya putri dalam keluarganya. Ia selalu

            tersenyum dan bahagia.
                 “Maafkan aku. Aku tak sanggup lagi menahan

            air mata ini, Bu. Maafkan anakmu ini,” tangisnya.

                 Tetes air mata Cilubintang berderai membasahi

            pipinya. Air mata itu akhirnya jatuh ke tanah. Tanpa




                                          35
   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48