Page 11 - Aji Batara Agung dengan Putri Karang Meulenu
P. 11

”Kaki saya terasa berat untuk melangkah. Rasanya aku

            bingung dan takut sesuatu akan terjadi di rumah kita,” kata
            Nyai Minak Mampi.

                   Petinggi dan istrinya menggigil saat melihat batu

            hitam besar melayang-layang di  udara diiringi  pancaran
            sinar terang.  ”Akhirnya kita berhasil membuka pintu rumah,
            Nyai,” seru Petinggi. Dari dalam kamar mereka mendengar
            suara kencang menyeru seperti  suara orang  yang  sedang

            menantang berkelahi.

                   ”Sambut mati babu, tiada sambut mati mama.”


                   Petinggi dan istrinya mengunci mulutnya rapat-rapat
            dan membuka telinganya lebar-lebar agar suara di luar jelas
            tertangkap. Berkali-kali kata-kata ’sambut mati babu, tiada
            sambut mati mama’ terdengar. Petinggi tak kuasa menahan

            diri. Dia memberanikan diri menyambut seruan itu dengan
            suara bergetar. ”Ulur mati lumus, tiada diulur mati lumus.”
            Kemudian terdengar lagi suara  itu.  ”Disambut  mati  babu,
            tiada disambut mati mama.” Kini Petinggi Jaitan Layar tanpa

            ragu-ragu lagi menjawab suara itu.

                   ”Diulur mati lumus, tiada diulur mati lumus.”


                   Di luar rumah masih terdengar gelak tawa yang sangat
            dahsyat. Mereka terus terbahak-bahak seakan merasa puas
            karena mendapat sahutan dari dalam rumah Petinggi Jaitan





                                          5
   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16