Page 19 - Cerita Seri Genteng
P. 19
Kali ini sang ayah membawa pukat yang lubangnya
relatif besar, sekitar lima jari lebarnya jika dirapatkan.
Satu pukat lainnya hanya berlubang dua jari. Enten sudah
membayangkan jika ikan-ikan yang kira-kira seberat
setengah kilogram itu akan dipanggang di atas bara dapur
mereka. Ia memeluk sang ayah selepas menuruni tangga.
Dipandanginya sang ayah hingga goyang rumput dan
ranting pohon berhenti. Itulah kenangan terakhir Enten
dan ayahnya.
***
Malam ini tampak bulan sudah setinggi tonggak di pojok
pondok mereka. Setelah makan, sang ibu dan Enten duduk
di ujung tangga, menatap ke langit dan menikmati angin
yang menerpa wajah.
“Enten rindu Ayah, Bu,” kata Enten memecah keheningan
di antara mereka.
“Ibu juga. Semoga Ayah tidak sedang kesusahan. Kita
berdoa untuknya ya,” jawab sang ibu sambil menyeka air
mata yang keluar begitu saja dari kedua kelopaknya. Selalu
8