Page 37 - Cerita Aji Batara Agung
P. 37

Tidak diduga, Petinggi Hulu Dusun dan istrinya melihat
            pelangi menghujam ke sebuah buih. Buih itu tampak
            menggunduk seperti bukit buih di tengah lautan buih.
            Dilihatnya langit. Tampak awan bergerak menuju ke atas

            gundukan buih di tengah sungai itu. Seolah sang awan
            memayungi bukit buih. Dari tempat itulah suara tangis bayi
            muncul. Namun, perlahan suara itu mulai menghilang hingga
            tiada terdengar. Dipandangnya tepi sungai dekat gundukan

            buih itu. Bunga liar tampak subur. Bunganya bermekaran,
            dengan bau mewangi semerbak.
                 Babu  Jaruma  tidak  lepas  memandang  gundukan
            buih. Sebentar kemudian, dia berbisik kepada suaminya,

            “Kanda, lihat! Gundukan buih itu.” Suaminya memasang
            mata mengamati gundukan buih dengan saksama. “Istriku,
            jangan lengah, lihatlah terus.” Dari dalam buih muncullah
            sebuah kemala yang bercahaya. Indah berkilauan cahayanya.

            Dengan  sigap,  Petinggi  Hulu  Dusun  dan  Babu  Jaruma
            mengayuh perahunya. Keduanya mendekati munculnya
            kemala itu. Setelah dekat tampak dengan jelas. Ternyata,
            seorang bayi mungil terbaring di atas sebuah gong besar.

            Gong itu bercahaya keemasan.
                 Petinggi berbisik kepada istrinya, “Lihat, ada bayi mungil
            di atas gong. Tenang dulu. Apa yang akan terjadi?” Istrinya
            mengangguk sambil tetap memandang bayi di atas gong

            emas itu. Perlahan-lahan, gong meninggi sedikit demi sedikit.
            Tampaklah seekor naga raksasa menyangga gong besar tadi.



                                          28
   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42