Page 43 - Sumbar-Karang Melenguh-smp
P. 43
pesan ayahnya sebelum meninggal tidaklah demikian.
Bujang Katinggian merasa terpojok oleh para tetua
negeri mereka itu. Ia tidak suka dinasihati. Baginya
segala perbuatannya adalah urusannya semata. Orang
lain tidak boleh mencampurinya, apalagi memarahinya.
Namun, di Nagari Bayang mufakat adalah keputusan
tertinggi yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan
bersama. Bujang tidak dapat berbuat semaunya. Sudah
disepakati bahwa wasiat Pak Tolong akan dilaksanakan
ketika mereka dewasa kelak. Sebelum masa itu tiba,
kedua anak tersebut tetap dalam pengawasan lembaga
adat dan aparat negeri lainnya.
Meskipun tidak kuasa melawan, Bujang Katinggian
tetap mau mematuhi keputusan itu. Oleh sebab itu, ia
merencanakan siasat jahat agar memeroleh seluruh
harta kekayaan tinggalan ayah tanpa perlu berbagi
dengan Buyuang Kacinduan. Ia pun ingin segera
terlepas dari pengawasan para tetua Nagari Bayang.
“Buyuang, besok pagi biarlah saya yang
menggembalakan sapi. Engkau tinggal sajalah di
rumah,” kata sang kakak kepada adiknya.
Sang adik yang penurut itu mengiyakan saja
perintah kakaknya. “Baiklah Uda,” jawabnya.
35