Page 47 - Keajaiban Sumur Tujuh
P. 47
8. MENERIMA PINANGAN
Dewaputra merenungkan kehendak Putri Lenggangkancana. Sambil
memungut daun-daun bunga yang telah menguning, laki-laki itu masih
tegak terpaku memandangi langit yang agak kelam. Ia memikirkan
berulang kali antara keinginan Nyi Putri dan saran dari gurunya.
Ada dua pilihan yang dikemukakan oleh gurunya. Pertama, jika ia
meminta izin kepada Prabu Siliwangi berarti harus menghadapi perang.
Kedua, jika tidak meminta izin tidak akan ada perang, tetapi ia akan
dituduh melarikan istri orang. Menurut gurunya, setiap jalan yang dipilih
akan ada risikonya. Gurunya menyarankan agar memilih risiko yang tidak
menumpahkan darah.
"Ah, ....Aku benar-benar memilih jalan yang tidak kusukai,"
Dewaputra mengeluh. "Betapa inginnya aku berterus terang pada Prabu
Siliwangi dan meminta maaf, apa pun risikonya. Betapa inginnya aku
berlaku seperti para satria. Namun, kalau hal itu kulakukan, jangan-jangan
hanya akan mendatangkan perang. Itu yang harus kuhindari.
Mengorbankan nyawa orang atas kepentingan pribadi. Padahal hanya
persoalan cinta," begitulah bisik hatinya.
"Putriku, mari kita ke Gunung Karang?"
"Hmmm ... benarkah?" kata Nyi Putri, "Aku sangat bahagia,"
sambungnya.
"Dewa, bagaimana? Kita ’kan belum menikah?"
"Duduklah Putri. Nanti kita menikah di hadapan guruku."
"Oooh ...Dewa. Bahagia sekali aku mendengarnya."
Putri Lenggangkancana merasakan kebahagiaan yang tiada taranya.
Hampir saja ia menari kegirangan. Hal itu tidak dilakukannya sebab ia
kembali teringat nasib kedua orang tuanya. Bagaimanakah nasib kedua
orang tuaku kini? Di manakah beliau kini berada? Oh.. .dalam
41