Page 55 - Keajaiban Sumur Tujuh
P. 55
Semudah itu, adik bungsunya memetik bunga itu.
"Terima kasih, Dik. Ayo, kita temui saudara-saudara kita."
Bidadari keenam lalu mengajak adiknya segera menemui saudara-
saudara di kolam pemandian.
"Kak, lihat ini! kata bidadari keenam kepada kakak sulungnya.
"Waaah ...dapat rezeki, Dik."
"Mudah-mudahan, Kak. Tapi, yang menemukan dan yang bisa
memetik tadi itu adik bungsu," kata bidadari keenam.
"Sekarang ’kan sudah dapat. Ayo, kita pulang. Nanti ketahuan orang,"
kata kakak sulungnya.
Dengan penuh suka cita mereka membawa oleh-oleh bunga yang
banyak ke kayangan. Dalam perjalanan mereka pun bergembira ria.
Pada suatu pagi, matahari memancarkan sinar cerahnya. Dewaputra
mengajak istrinya berjalan-jalan di tamannya. Sambil berlari-lari kecil,
Putri Lenggangkancana melihat-lihat tamannya. Tiba-tiba saja ia berteriak.
"Aduh, Dewa, kenapa bunga-bunga itu?"
Dewaputra melihat gerombolan bunga yang ditunjukkan oleh Putri
Lenggangkancana. Ia kaget saat mengetahui kerusakan tamannya. Banyak
bunga-bunga yang rusak dipetiki dan terinjak-injak hingga tidak karuan.
Letak pot-pot bunga yang rapi pun ada yang bergelimpangan. Tidak
beraturan lagi.
"Dewa, bagaimana ini? sudah berapa lama kita tak keluar rumah?"
kata Nyi Putri dengan wajah yang menunjukkan kekecewaan.
Dewaputra menggeleng-gelengkan kepala. Ia tidak habis pikir, siapa
yang tega merusak tamannya yang indah itu.
"Tenang, Putri," kata Dewaputra membujuk istrinya.
"Tenang, tenang, bagaimana?" bantah Putri Lenggangkancana.
"Sayang, bagaimana kalau kita intai si perusak itu?"
"Hmm...boleh."
"Kapan?"
49