Page 56 - Keajaiban Sumur Tujuh
P. 56
"Mulai besok. Kalau ketahuan, kita apakan?"
"Kita hukum saja. Biar kapok!"
"Ya harus kita hukum," kata Dewaputra dengan tegas kepada Putri
Lenggangkancana. Sejak itu Dewaputra senantiasa menjaga tamannya.
Kadang-kadang Putri Lenggangkancana ikut mengintai-intai, kalau-kalau
ada orang yang dengan bersembunyi-sembunyi memetiki bunga-bunga
mereka. Mereka dengan tekun tidak pernah putus asa mengamati
tamannya.
Pada suatu sore yang cerah, nampaklah bianglala di atas kolam
pemandian Sumur Tujuh. Ketika itu, Dewaputra dan Putri
Lenggangkancana sedang memeriksa tamannya, tetapi mereka ini
memisah, tidak bersama-sama.
"Wah, apa itu?" gumam Putri Lenggangkancana melihat bianglala
yang melengkung menuju kolam pemandiannya. Pangkal bianglala itu
jatuh tepat ke arah kolam pemandian Taman Sumur Tujuh.
"Aku harus melaporkannya pada suamiku," gumamnya.
Putri Lenggangkancana segera mencari Dewaputra hendak
melaporkan yang telah dilihatnya.
Dari pojok taman, sebelah barat, Dewaputra pun melihat bianglala itu.
Ia langsung mengetahui, apa yang akan terjadi. Sebagai satria kahyangan,
ia paham betul bahwa bianglala merupakan tangga bagi bidadari untuk
turun dari kayangan ke bumi dan dari bumi kembali lagi ke kayangan.
"Oooh...tampaknya para bidadari pun telah tahu keindahan Taman
Sumur Tujuh ini," katanya sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kalau begitu, bidadari-bidadari itulah yang telah berani merusak
tamanku," begitu kata Dewaputra seorang diri. Tanpa memberi tahu Putri
Lenggangkancana, ia cepat-cepat terbang ke angkasa. Dewaputra ingin
mengetahui apa yang diperbuat oleh bidadari-bidadari itu di tamannya.
Menurut pikirannya, jika dilihat dari atas, tentunya akan lebih jelas, itulah
50