Page 62 - Keajaiban Sumur Tujuh
P. 62
Lenggangkancana.
"Ayo, Adik-adik, cepat!" kata bidadari sulung segera mengajak
terbang adik-adiknya.
Bidadari sulung dan kelima adiknya segera terbang melalui tangga-
tangga bianglala. Mereka cepat naik ke kayangan.
"Kakak, tungguuu.... Aku tak bisa terbang," kata adiknya. Air
matanya berhamburan, mengalir lepas. Ia sangat sedih ditinggal sendirian
di taman itu.
"Ah, kakak-kakakku sangat kejam. Meninggalkan aku sendirian,"
kata bidadari bungsu suaranya terputus-putus. Makin lama makin lemah
sambil menangis tersedu-sedu di pinggir kolam. Tidak lama kemudian,
Dewaputra turun dari angkasa. Ia menghampiri bidadari yang mengenakan
pakaian Putri Lenggangkancana.
"Istriku Lenggangkancana, sedang apa?" tanya Dewaputra.
Bidadari bungsu itu tersentak, tetapi ia diam saja. Ia tidak menduga
ada seorang laki-laki mendekatinya.
Dewaputra tidak menduga dan tidak merasa bahwa yang didekatinya
itu sebenarnya bukanlah isterinya, melainkan seorang bidadari.
Memang ajaib, wajah bidadari itu mirip sekali dengan wajah Putri
Lenggangkancana. Bukan hanya wajah saja yang sepadan antara bidadari
itu dengan Putri Lenggangkancana, tetapi juga suaranya, semua gerak-
gerik, dan perilakunya. Pokoknya segala-galanya yang ada pada diri Putri
Lenggangkancana sama dengan yang ada pada diri bidadari bungsu.
Seperti dua orang bersaudara kembar.
Setelah dekat dengan bidadari bungsu, berkatalah Dewaputra,
"Istriku, mari kita pulang. Sudahlah jangan ditangisi. Nanti kita atur lagi
tamannya." Dewaputra pun menggenggam tangan "istrinya".
Mula-mula bidadari bungsu itu pun takut dan malu melihat
Dewaputra mendekatinya. Bahkan, ia berusaha memalingkan mukanya.
56