Page 65 - Keajaiban Sumur Tujuh
P. 65

"Ah, tak apa-apa," Dewaputra pun mengusap-usap jari kaki bidadari
              bungsu.
                   Sepintas  lalu  kecemasan  menyiksa  diri  bidadari  bungsu.  Berbagai
              pertanyaan  menyerbu  benaknya.  Bagaimanakah  kelak  kemudian  hari
              hidupnya  bersama  lelaki  itu?  Bagaimanakah  aku  akan  dapat
              melangsungkan hidup di bumi ini?
                   Bidadari  bungsu  berusaha  sekuat  tenaga  menguasai  dirinya.  Ia
              berusaha  untuk  tidak  lagi  meneteskan  air  mata  kepedihan.  Di  sisi  lain,
              hatinya berbicara bahwa itulah takdir Yang Mahakuasa.
                   Setelah dapat menguasai dirinya, bidadari bungsu pun bersikap agak
              tenang.  Ia  mulai  bisa  merasakan  kehalusan  dan  kelembutan  tangan
              Dewaputra yang menggandengnya.
                   "Istriku, Lenggangkancana, apa rencanamu nanti malam?"
                   "Oooh ... aku ... aku belum ada rencana. Maafkan, aku."
                   "Jangan  merasa  bersalah,  seperti  itu.  Kalau  kau  tidak  ada  rencana,
              aku  ingin  mengajakmu  menikmati  sinar  bulan  dari  puncak  gunung.  Kau
              setuju?"
                   "Baiklah,"  kata  bidadari  bungsu.  Lelaki  ini,  memanggil  aku
              Lenggangkancana dan aku disangka istrinya, begitu pikir bidadari bungsu.
              Baiklah, sejak hari ini aku memakai nama Lenggangkancana dan menjadi
              istrinya.
                   Sejak  itu,  Dewaputra  hidup  bersama-sama  dengan  bidadari  bungsu
              sebagai suami istri. Selama-lamanya Dewaputra tidak mengetahui bahwa
              istrinya  yang  sekarang  ini  bukanlah  Putri  Lenggangkancana,  melainkan
              bidadari dari kahyangan. Barangkali memang sudah takdirnya, Dewaputra
              yang berasal dari kahyangan, juga harus kawin dengan yang berasal dari
              kahyangan, yaitu bidadari.
                  Malang  tak  boleh  ditolak,  mujur  tak  boleh  diraih.  Begitulah  takdir
              seorang  makhluk.  Kita  hanya  berencana,  hanya  Tuhan  jualah  yang
              menentukan.

                                              59
   60   61   62   63   64   65   66   67   68   69