Page 68 - Keajaiban Sumur Tujuh
P. 68
“Paman, boleh nggak ambil bunga itu?” Meis menunjuk bunga anggrek
bulan yang bunganya tengah mekar. Bunganya terlihat indah terkena bias
matahari senja.
"Buat apa, Meis?" tanya Aria.
"Untuk oleh-oleh Ibu, Mas. Ini tandanya kita benar-benar pergi."
Paman Sudin merasa kasihan melihat keponakannya yang
kelihatannya ingin benar memiliki bunga itu.
"Ambil satu, ya! jangan sampai kita merusak lingkungan."
"Oke...Paman,’kan masih banyak itu di atas pohon jati.
"Paman, liburan tahun depan, kita pergi lagi, ya!" ajak Meis.
"Iyaaa... " kata Paman Sudin sambil menganggukkan kepalanya.
4)
"Ah, nggak Pak. Gantian. Nanti, Uwa yang ngajak kita," Mimi
tidak menyetujui pendapat ayahnya.
"Mimi nggak mau rugi, Mas," kata Meis mengadu pada kakaknya.
"Tenang aja, Mi. Liburan nanti, kita pergi ke Pangandaran. Sekarang
kita ’kan melihat gunung. Tahun depan kita beralih pemandangan, melihat
laut. "
"Ide yang bagus, Mas," kata Mimi sambil mengacungkan jempolnya.
Keempat orang itu pun berjalan beriringan. Angin perlahan
mengiringi kepulangan mereka. Udara bertambah dingin. Senja pun
makin tua.
Mereka berjalan melewati sawah dan ladang. Padi di sawah tengah
menguning, sedangkan ladang-ladang menghijau membuat orang senang
memandangnya. Anak gembala meniup seruling sambil menggiring
gembalanya menuju kandang.
4)
panggilan terhadap kakak dari ayah atau ibu
62