Page 8 - Keajaiban Sumur Tujuh
P. 8
Dalam liburan caturwulan ini Aria dan Meis, adiknya, diajak
menaiki lereng Gunung Karang oleh pamannya. Ini sebagai hadiah
karena kedua anak itu masuk peringkat lima besar di sekolahnya.
Keluarga pamannya tinggal di Pandeglang.
Paman Sudin bekerja sebagai guru sekolah dasar begitu pula Bibi
Empat, istrinya. Mereka mempunyai anak semata wayang, Mimi
namanya. Sekolah Mimi baru kelas empat. Ia sebaya dengan Meis.
Panas matahari mulai menyengat. Keringat Aria, Meis, dan Mimi
telah berjatuhan dari tubuhnya.
"Uh, haus nih. Minta airnya, Paman."
"Aaah...Meis belum apa-apa sudah kalah," kata Mimi.
"Nggak tahan, Mi," kata Meis.
Paman Sudin menurunkan ranselnya, kemudian mengeluarkan
tempat minuman. Meis mengambil cangkir, kemudian menuangkan air
dan meminumnya.
"Aduh ...segarnya," kata anak itu.
Mereka terus melanjutkan perjalanan. Di lereng gunung itu pohon
kelapa seolah berbaris, teratur. Batangnya menjulang tinggi-tinggi dan
buahnya lebat-lebat. Ada pula pohon durian dan pohon rambutan. Di
samping itu, banyak pohon melinjo. Daunnya rimbun dan buahnya
sangat banyak, berwarna hijau dan merah.
Daun-daunnya yang gugur memberikan kenyamanan bagi langkah-
langkah kaki Aria dan Meis. Bagi mereka pohon buah-buahan itu
merupakan pemandangan yang khas. Tidak lama kemudian, mereka
hampir sampai ke puncak Gunung Karang.
Meis berjalan agak ragu. Dia merasakan sesuatu yang aneh. Ada
beberapa orang di situ sedang mengelilingi sesuatu. Meis tidak tahu
kalau daerah itu adalah objek wisata. Meis menoleh pada Aria.
2