Page 70 - Ketut Bagus
P. 70
60
Ibu menjerit karena ngeri anaknya akan dibunuh, polisi tidak bisa
berbuat apa-apa dan Bapak melarikan diri lewat jendela..."
"Aku ingat sekarang, peristiwa itu terjadi 12 tahun yang lalu.
Aku melarikan diri dari pulau yang satu ke pulau yang lain. Terakhir
aku menetap di Jawa, bayi itu sudah tidak ada lagi, bayi itu sudah
kujual," kata Tapol sambil menunduk memohon maaf.
"Kepada siapa?"
"Kepada nenek dan kakek di desa Kediri, maafkan aku anak
muda."
"Mengapa Bapak tiba-tiba bertobat," tanya Bagas ingin tahu.
"Ceritanya panjang, Nak. Bapak merasa jenuh, hidup ditakuti
orang dan jenuh dengan semua kejahatan. Aku ingin menjadi orang
baik dan tiba-tiba dalam pelarianku selama ini, agama Islam
memberi petunjuk untuk bertobat. Aku rela dihukum mati untuk
menebus semua dosaku..." Bel tanda usai waktu untuk
mengunjungi tahanan telah berbunyi.
Gerimis turun membasahi bumi, saat pelaksanaan hukuman
mati bagi Tapol tibalah.
"Dor... dor... dor..." tembakan menembus "dada Tapol, gerimis
turun membasahi bumi, membasahi darah si penjahat yang
bertobat, bersama alunan dzikir tanda tobatnya di akhir hidupnya.
I Ketut Bagus dan Bagas tertegun dan mendoakan bagi
arwahnya. Mungkin hanya mereka saja yang mendoakannya,
sedang semua orang bersyukur atas kematiannya.