Page 10 - Riau - Mutiara dari Indragiri
P. 10
1
Si Bungsu dan Enam Saudara
Pagi baru saja menjelang, sinar matahari perlahan-lahan muncul
menggantikan gelapnya malam. Sinar lembutnya terasa hangat menyentuh
dedaunan dan pohon-pohon yang tumbuh di sepanjang Sungai Indragiri Hilir
(Inhil). Angin yang berhembus semilir terasa sejuk mengitari desa kecil yang
tentram ini. Burung-burung mulai keluar dari sarangnya dan beterbangan dari
satu dahan ke dahan lainnya. Kicaunya menjadi harmoni alam yang begitu
indah dan merdu.
Di sebuah rumah kayu yang tidak terlalu besar, suasana pagi itu mulai
gaduh dan ramai. Penghuninya menyambut pagi dengan penuh semangat.
Tujuh orang gadis dan ayah ibu mereka duduk di atas tikar pandan. Mereka
baru saja selesai sarapan. Rebusan ubi rambat dan air putih hangat selalu
terasa nikmat bagi mereka. Setelah membereskan tempat sarapan, ketujuh
gadis-gadis cantik itu pun bersiap-siap pergi mandi dan mencuci pakaian ke
sungai.
“Bungsu, engkau juga ikut ke sungai?” Ibu bertanya sambil memegang
tangan Bungsu dengan penuh kasih sayang.
“Iya, Bu. Bungsu ingin mandi dan mencuci bersama kakak-kakak,” jawab
Bungsu dengan riang.
“Akan tetapi, engkau baru saja sembuh, Nak. Apa tidak sebaiknya Bungsu
istirahat saja dulu di rumah?” tanya ibu dengan nada khawatir.
“Tidak apa-apa, Bu. Kami akan menjaga si Bungsu dengan baik,” ujar
kakak sulung sambil menenteng tembikar untuk membawa air dari sungai
nanti.
“Iya, Bu. ‘Kan ada kakak-kakak yang akan menjagaku di sungai,” ucap
Bungsu meyakinkan ibu.
“Baiklah, Akan tetapi, engkau hati-hati ya, Nak,” pesan ibu sambil
melepaskan tangan Bungsu. Bungsu mengangguk sambil mengikuti langkah
kakak-kakaknya dengan riang.
“Kami berangkat ya, Bu,” pamit kakak kedua sambil menggandeng tangan
Bungsu.
1