Page 16 - Riau - Mutiara dari Indragiri
P. 16

2

                                  Mencari Kayu Bakar ke Hutan




                       Pagi hari selalu menjadi suasana yang menyenangkan bagi ketujuh orang
                  gadis yang tinggal di pinggiran sungai Indragiri Hilir ini. Sinar matahari pagi

                  terasa  hangat  bagi  mereka.  Angin  yang  berhembus  menjadi  paduan  yang
                  harmoni  untuk  mereka  nikmati.  Pagi hari  ini  adalah  jadwal  mereka  untuk
                  mencari kayu bakar ke hutan. Setelah sarapan, mereka segera bersiap-siap
                  untuk ke hutan yang tidak begitu jauh dari rumah mereka. Bungsu ingin sekali

                  ikut dengan kakak-kakaknya karena menurut cerita mereka, di sepanjang jalan
                  menuju hutan, biasanya mereka akan memetik buah-buahan yang tumbuh di
                  sepanjang jalan yang mereka lewati.
                       Namun, ibu tidak mengizinkan Bungsu ikut dengan kakak-kakaknya. Sejak

                  kejadian  mandi  ke  sungai  beberapa  waktu  lalu,  ibu  masih  belum  memberi
                  izin  Bungsu  pergi  ke mana-mana.  Ibu  masih  merasa  cemas  sesuatu  yang
                  buruk menimpa Bungsu. Akan tetapi, Bungsu begitu ingin ikut dengan kakak-
                  kakaknya. Bungsu merasa suntuk jika berada sendirian di rumah tanpa kakak-

                  kakaknya.
                       “Ibu, aku tidak apa-apa. Aku sudah sehat. Izinkan aku ikut dengan kakak-
                  kakak, Bu,” ujar Bungsu sambil menggoyang-goyang tangan ibunya.
                       “Tidak, Nak. Engkau di rumah saja. Bantu ibu menyiapkan makan siang

                  untuk ayahmu,” ujar ibu sambil memeluk pundak Bungsu.
                        “Ibu, biarlah  Bungsu ikut dengan kami mencari kayu bakar ke hutan. Biar
                  dia belajar pula bagaimana cara mencari kayu bakar. Kelak kalau dia sudah
                  dewasa, lalu menikah, bagaimana dia akan bisa mengurus keluarganya.” Ujar

                  kakak kelima  Bungsu.
                       Ibu  mereka  tercenung.  Berpikir  keras,  baik  dan  buruknya.  Apa yang
                  dikatakan  anaknya  benar  juga.  Akan  tetapi,  ia  merasa  takut  kalau  nanti
                  Bungsu akan celaka di hutan. Ia pun meminta pendapat suaminya.

                       “Bagaimana menurut, Abang?” tanyanya pada sang suami.
                       “Terserah saja, mana yang baik,” jawab suaminya.
                       “Percayalah, Bu, kami akan menjaga si Bungsu dengan baik. Bungsu akan
                  pulang ke rumah dalam keadaan baik. Yakinlah kepada kami, Bu,” janji kakak

                  sulung  Bungsu meyakinkan ibu mereka.







                                                            7
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21