Page 25 - Riau - Mutiara dari Indragiri
P. 25

Keranjang-keranjang yang telah berisi sayur-sayuran dan buah-buahan

                  itu nanti akan dijemput oleh tauke dari bandar dan pasar kabupaten. Ayah
                  kemarin telah menjumpai mereka memberi tahu bahwa hari ini mereka akan
                  panen.  Ayah  pun  akan  segera  mendapatkan  uang  hasil  penjualan  panen
                  mereka.
                       Setelah semuanya mencuci tangan, mereka pun duduk melingkar di gubuk

                  yang  tidak terlalu  besar  itu.  Ibu  dan  Bungsu membuka  bekal  mereka,  lalu
                  menyusunnya dengan rapi di tengah-tengah lingkaran mereka duduk. Semerbak
                  bau ikan asin dan sambal terasi membuat perut mereka terasa semakin lapar.

                  Setelah  ibu  mengambilkan  nasi,  lalu  satu  per  satu  ibu  menyendokkan  nasi
                  untuk anak-anaknya. Kebiasaan ibu adalah selalu membagikan piring berisi
                  nasi tersebut berurut dari kakak sulung sampai bungsu.
                       Semuanya makan dengan lahap. Sambal terasi ibu selalu menjadi favorit
                  bagi mereka. Tidak berapa lama bekal yang mereka bawa pun ludes tanpa

                  tersisa.  Ibu  tersenyum  senang  melihat  apa  yang  dimasaknya  telah  habis
                  semua. Menurut ibu itulah bukti makanan yang enak.
                       Dengan perut yang kenyang ditambah hembusan angin yang sejuk dari

                  pohon-pohon di sekitar ladang, mata mereka terasa mengantuk. Lalu, satu
                  per satu pun mulai merebahkan badan. Mereka tertidur di tengah ladang.
                       “Kamu tidak tidur, Nak?” tanya ibu kepada Bungsu.
                       “Nanti  saja, Bu.  Bungsu  belum  mengantuk,”  jawab  Bungsu  seraya
                  mengumpulkan rantang, piring, gelas, dan tempat minum. Bungsu menyusun

                  semuanya di sudut pondok.
                       “Tidurlah, Nak. Ibu dan ayah akan memetik buah mentimun,” ucap Ibu
                  seraya turun dari pondok.

                       “Tidak  usah,  Bu.  Bungsu ingin  ikut  juga  memetik  mentimun,”  jawab
                  Bungsu  dan  ikut  turun  dari  gubuk.  Ibu  tersenyum  dan  mengusap  rambut
                  Bungsu dengan penuh kasih. Anaknya yang satu ini memang sangat berbeda
                  dari anak-anaknya yang lain. Bungsu tidak akan pernah tega melihat ibunya
                  bekerja sendirian. Bungsu akan selalu siap untuk membantu ayah dan ibunya.

                       Bertiga  mereka  melanjutkan  memanen  mentimun.  Buah  mentimun  itu
                  mereka pilih yang bagus-bagus untuk dijual, yakni yang lurus dan berukuran
                  sedang.  Mentimun  yang  kecil  dan  bengkok  mereka  masukkan  ke  dalam

                  keranjang kecil untuk mereka bawa pulang. Hanya yang bagus-bagus yang
                  akan mereka jual.








                                                           16
   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30