Page 40 - Riau - Mutiara dari Indragiri
P. 40
Sesaat kemudian, terdengar suara kepala pelayan memanggil para peser-
ta lomba untuk segera ke ruang makan. Sarapan pagi akan segera dimulai.
Para gadis pun bergegas menuju ruang makan. Bungsu dan kakak-kakaknya
juga segera menuju ruang makan. Mereka mencari posisi di dua meja makan
besar yang terdapat di ruang makan tersebut. Semuanya duduk dengan rapi.
Tidak berapa lama sang putri raja datang memasuki ruangan makan. Gaun
biru lembutnya yang mengembang indah sangat sepadan dengan warna
kulitnya yang putih bersih. Rambut panjangnya dijalin ke belakang.
Ia duduk dengan anggun di kursi utama yang telah disediakan. Semua
memandang sang putri dengan mata tak berkedip.
“Ayo, kita makan,” ajak sang putri dengan ramah. Ketika mendengar suara
tuan putri yang lembut, tetapi berwibawa, mereka pun tersadar. Masing-
masing memegang sendoknya dan mulai makan dengan pelan. Suasana kembali
hening. Hanya suara dentingan sendok yang terkadang beradu dengan piring.
Para pelayan berdiri rapi di tiap sudut meja makan. Mereka siap menambah
makanan dan minuman. Namun, semuanya mengakhiri makannya dengan
tertib.
Setelah semuanya menyelesaikan sarapan, termasuk juga sang putri,
peserta lomba kembali dipersilakan menuju ruangan perlombaan. Mereka
akan segera melanjutkan rajutannya. Sang putri mengambil tempat di kursi
kebesarannya. Hari ini sang putri hanya duduk sendirian, tanpa ditemani oleh
sang raja. Tepat pukul 08.00 perlombaan pun kembali dimulai. Beberapa saat
duduk, sang putri merasa tidak betah. Ia segera turun dan mulai berkeliling.
Diperhatikannya pekerjaan masing-masing peserta dengan saksama. Rajutan
yang hampir jadi itu cantik-cantik. Sang putri merasa akan bingung untuk
menentukan pemenangnya.
Jarum jam berputar makin cepat dirasakan para peserta. Seperti hari
kemarin, pukul 12.00 siang mereka diberi waktu untuk istirahat makan siang.
Setelah itu, mereka kembali melanjutkan rajutannya. Tepat pukul lima sore,
putri memerintahkan dayang-dayang untuk segera mengumpulkan hasil
rajutan para peserta lomba. Selagi semuanya sibuk dengan pengumpulan
hasil rajutan, kakak sulung secepat kilat menukarkan hasil rajutannya dengan
si Bungsu. Bungsu tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya pasrah menerima
perlakuan kakaknya.
Para dayang dengan rapi mengumpulkan hasil rajutan tiap-tiap peserta.
Mereka menomori baju hangat tersebut dan mencatat nama peserta di sebuah
31