Page 41 - Riau - Mutiara dari Indragiri
P. 41

kertas tebal. Nomor di baju hangat sesuai dengan nomor di kertas. Setelah

                  semua baju hangat terkumpul dan dimasukkan ke sebuah peti kayu dengan
                  rapi, putri pun memberikan pengumuman.
                       “Sahabat-sahabatku semuanya, terima kasih atas waktu dan kesempatan
                  kalian untuk mengikuti perlombaan ini. Kalian semua akan menjadi sahabat-
                  sahabatku selamanya. Aku memerlukan waktu beberapa saat untuk menilai

                  hasil rajutan kalian semua. Aku minta waktu satu hari untuk menilainya. Lusa
                  pememang lomba rajut baju hangat ini akan kami umumkan. Kembalilah ke
                  istana lusa,” ujar sang putri dengan senyum manisnya.

                       Para peserta pun bergegas mengemasi barang-barang mereka. Berebutan
                  mereka menyalami sang putri. Lalu, semuanya segera meninggalkan istana,
                  kembali ke rumah masih-masing. Bungsu dan kakak-kakaknya juga buru-buru
                  pulang.  Mereka  berharap  bisa  sampai  di  rumah  sebelum  hari  benar-benar
                  gelap. Meski sang putri menawari peserta agar menginap saja di istana satu

                  malam lagi jika rumah mereka sangat jauh, semuanya memilih untuk pulang
                  saja.
                       Di  perjalanan,  kakak-kakak  Bungsu  masih  sibuk  membicarakan  hal-

                  hal  yang  mereka  alami  dan  rasakan  di  istana  dua  hari  ini.  Semuanya  bagi
                  mereka sangat menyenangkan. Bungsu hanya diam saja. Tak satu kata pun
                  keluar  dari  mulutnya.  Hatinya  terasa  galau.  Ia  teringat  baju  hangat  yang
                  telah  dibuatnya  dengan  sepenuh  hati.  Niatnya  begitu  mulia,  jika  ia  yang
                  memenangkan perlombaan itu. Ia hanya ingin membahagiakan kedua orang

                  tuanya. Hadiahnya akan dipersembahkan kepada ayah dan ibunya. Akan tetapi,
                  sekarang  hasil  karyanya  telah  terlepas  dari  genggamannya.  Kakak  sulung
                  talah merebutnya. Bungsu ingin menangis menumpahkan kesedihan hatinya.

                  Akan tetapi, Bungsu tidak ingin ayah ibunya mengetahui hal ini. Bungsu tidak
                  ingin membuat ayah dan ibunya ikut bersedih atau malah menjadi emosi dan
                  memarahi kakak tertua. Bungsu tidak ingin membuat rumah menjadi gaduh.
                       Akhirnya  sebelum  hari benar-benar  gelap, mereka  bertujuh  sampai  di
                  rumah. Ayah dan ibu menyambut mereka dengan suka cita. Dua hari ditinggal

                  gadis-gadis cantik mereka, rumah terasa begitu sepi seperti kuburan. Apalagi
                  sang ibu, selalu terpikir dengan si Bungsu. Hatinya tidak tenang memikirkan
                  Bungsu. Ibu takut kakak-kakaknya akan menjahili si Bungsu.

                       “Kalian semua baik-baik saja?” tanya ibu seraya menciumi anak-anaknya
                  satu per satu.
                       “Kami baik-baik saja, Bu,” jawab sang kakak sulung.






                                                           32
   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46