Page 44 - Riau - Mutiara dari Indragiri
P. 44
7
Sang Pemenang
Hari yang ditunggu-tunggu para gadis desa peserta lomba merajut
pun tiba. Halaman istana dipenuhi oleh masyarakat yang ingin menyaksikan
pengumuman pemenang lomba. Para gadis duduk di bagian depan dengan
dada berdebar-debar. Semua menunggu pengumuman dengan harap-harap
cemas. Begitu juga dengan Bungsu. Meskipun hasil rajutannya sudah ditukar
oleh sang kakak, Bungsu masih tetap merasakan detak jantungnya lebih
cepat dari biasanya. Sementara itu, keenam kakak Bungsu duduk dengan
penuh rasa percaya diri. Mereka merasa yakin karya merekalah yang akan
terpilih sebagai pemenang. Kakak tertua tersenyum penuh arti. Bungsu hanya
menundukkan kepala.
“Jika aku menang, hadiahnya akan aku belikan kalung, gelang, dan cincin
emas,” ucap kakak kedua dengan mata menerawang jauh.
“Kalau aku menang, aku akan membeli gaun-gaun cantik seperti yang
dipakai oleh tuan putri,” ucap kakak ketiga dengan mata berbinar-binar.
“Kalau menang, aku akan membeli rumah di kota kerajaan ini. Aku tidak
mau lagi tinggal di desa kita yang sepi.” Kakak sulung berkata dengan nada
penuh semangat. Lalu, berbagai impian dari masing-masing gadis cantik itu
pun terucap penuh harapan. Suara gumaman mereka riuh rendah di antara
suara-suara peserta dan masyarakat lainnya. Hanya Bungsu seorang yang
duduk diam tanpa berkata apa-apa. Bungsu sudah kehilangan harapan seiring
dengan ditukarnya hasil rajutan miliknya dengan sang kakak sulung.
Suara yang riuh rendah terhenti begitu terdengan suara gong yang
dipukul. Raja, permaisuri, dan sang putri memasuki halaman istana. Raja
segera duduk di kursi kebesarannya. Didampingi oleh permaisuri dan putri
semata wayangnya. Semua mata tertuju kepada sang putri yang cantik
jelita. Berbalut gaun indah berwarna merah hati, kecantikan wajahnya
semakin bersinar. Rambut indahnya dijalin rapi ke belakang. Sebuah kalung
mutiara kecil menggantung di lehernya. Dia tersenyum begitu manis kepada
masyarakat dan gadis-gadis yang telah dianggapnya sebagai sahabat.
Seorang petinggi kerajaan berdiri di hadapan hadirin yang membanjiri
halaman istana. Di tangannya ada gulungan kain berwarna putih. Sesaat
kemudian, ia membuka gulungan kain itu.
35