Page 49 - Riau - Mutiara dari Indragiri
P. 49

8

                                 Kebenaran Akhirnya Terungkap







                       Hari masih gelap, angin bertiup dingin. Semilirnya masuk lewat kisi-kisi

                  jendela kayu. Seisi rumah masih terbuai dalam mimpinya. Hanya Bungsu yang
                  sudah bangun dan sibuk di dapur memasak air dan menanak nasi. Bungsu
                  sudah melupakan kesedihan dan kekecewaannya. Bungsu mencoba sabar dan

                  ikhlas. Bungsu sudah merelakan karya dan hadiahnya menjadi milik kakaknya.
                  Melihat kebanggaan dan kebahagiaan di wajah ayah ibunya, Bungsu pun ikut
                  berbahagia. Apalagi mellihat kakak-kakaknya pulang dengan wajah gembira,
                  tangan mereka dipenuhi berbagai macam barang-barang belanjaan. Bungsu
                  pun ikut bergembira.

                       Matahari mulai terbit di ufuk timur. Warna kemerahannya terlihat indah
                  di  langit  yang  biru.  Bungsu  dan  ibunya  telah  selesai  menyiapkan  sarapan.
                  Mereka pun segera membangunkan seisi rumah yang masih tertidur.

                       “Ayo, bangun gadis-gadis cantik. Sarapan sudah siap,” ujar ibu seraya
                  membuka jendela. Udara pagi terasa segar menerpa wajah gadis-gadis yang
                  mulai membuka mata mereka.
                         “Ibu, ini masih terlalu pagi. Kami masih mengantuk.” Suara kakak sulung
                  lirih dalam balutan kantuknya.

                       “Eh, bangun  dulu.  Nanti  setelah  sarapan  dan  mandi  ke sungai,  kalian
                  boleh melanjutkan tidur kembali,” ucap ibu sambil mengemasi barang-barang
                  belanjaan anaknya yang bertumpuk di atas tikar di sudut rumah.

                       “Ah, Ibu. Mengganggu tidur kami saja.” Kakak ketiga pun masih bermalas-
                  malasan di tempat dia tidur.
                       “Ayo, cuci muka kalian ke belakang. Kita akan sarapan,” ucap ibu lagi
                  sambil sibuk mengangkat piring, gelas, dan sarapan berdua dengan Bungsu.
                  Sementara, ayah telah duduk untuk sarapan. Bertiga mereka menunggu gadis-

                  gadis lainnya untuk sarapan bersama. Tidak berapa lama, rumah itu pun telah
                  riuh oleh suara-suara para gadis yang sibuk bercerita tentang acara makan
                  malam mereka di istana. Tawa bahagia mereka kadang pecah jika teringat

                  hal-hal lucu selama berada di istana. Bungsu ikut tertawa mendengarnya.
                       Setelah  sarapan  selesai,  ibu  menyuruh  semua  anak  gadisnya  untuk






                                                           40
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54