Page 10 - Cerita Nome
P. 10
1
Nome dan Ibunya
Pagi baru saja menjelang. Kokok ayam terdengar di seluruh penjuru
kampung. Udara pagi di kawasan pegunungan dataran tinggi Gayo terasa
begitu sejuk. Kumandang azan dari surau-surau dan masjid-masjid pun mulai
terdengar. Seorang pemuda yang bernama Nome masih bermalas-malasan di
dalam selimut. Pintu kamar tempat remaja laki-laki itu tidur sedang dibuka
oleh seseorang. Seorang ibu tampak berada di depan pintu. Ibu itu berjalan
mendekat ke Nome. Beberapa kali ibu tersebut menggeleng-gelengkan
kepalanya.
“Anak ini hanya tidur saja kerjanya sepanjang hari. Ia hanya bermalas-
malasan saja. Makan dan tidur, itu yang selalu dilakukannya,” keluh ibu
tersebut sambil menarik selimut yang dipakai oleh anaknya.
“Nome, bangunlah, Nak! Hari sudah mulai pagi. Kamu harus melaksanakan
salat subuh,” seru ibu Nome.
Nome masih tampak menggeliat malas di tempat tidurnya. Ia membuka
matanya sedikit dan ditatapnya sebentar wajah ibunya. Lalu, ia kembali
menarik ujung selimut dan memakainya kembali. Sebentar saja ia sudah lelap
kembali dalam tidurnya. Ibunya kembali mengguncang-guncangkan tubuh
Nome untuk membangunkannya. Beberapa saat kemudian Nome kembali
membuka matanya. Kali ini ia dapat melihat jelas ibunya yang berada di
depannya.
“Aku masih mengantuk Ibu, biarkan aku tidur sebentar lagi,” ujar Nome.
“Hari sudah pagi, Nome. Segeralah bangun, Nak! Bangun pagi itu baik
untuk kesehatan tubuh kita. Udara pagi masih bersih karena pohon-pohon
mengeluarkan udara segar yang baik untuk pernapasan kita. Kau harus segera
bangun dari tidurmu!” kata ibu Nome.
Meskipun Nome masih enggan untuk bangun, ia mendengarkan perkataan
ibunya. Ia bangkit dari tempat tidur untuk menuju ke kamar mandi. Setelah
berwudu, Nome melaksanakan salat Subuh. Setelah salat, Nome kembali
tidur.
Ibu Nome yang mengetahui persis kebiasaan anaknya, tidak mengganggu
tidur anaknya lagi. Sementara itu, menjelang pagi hari, ibu Nome menyiapkan
1