Page 23 - Cerita Nome
P. 23
“Paman, aku tidak dapat menggunakan jala ini. Jala ini terasa sangat
berat sehingga tenagaku tidak cukup kuat untuk menebarkannya di danau,”
kata Nome ketika ia mengembalikan jala milik nelayan.
“Menggunakan jala memang tidak mudah, Nak. Kau belum terbiasa
menggunakan jala ini. Mungkin pekerjaan lain lebih sesuai untuk kau lakukan.
Apalagi tampaknya kau belum terbiasa bekerja. Cobalah kau mencari
pekerjaan yang sesuai dengan kemampuanmu,” kata nelayan itu.
“Baiklah, Paman. Aku akan terus berusaha mendapatkan pekerjaan,”
kata Nome.
“Hal yang paling penting yang harus selalu kau ingat adalah kau harus
berusaha mendapatkan pekerjaan yang memberikan hasil yang halal. Itu
akan membuat hidupmu bahagia dipenuhi dengan keberkahan,” kata nelayan
itu mengakhiri percakapannya dengan Nome.
Hari sudah hampir sore, setelah berpamitan kepada nelayan itu, Nome
kembali meneruskan langkah kakinya. Ia sudah sangat lelah. Perutnya
terasa perih. Dari siang hingga sore perutnya belum menerima makanan dan
minuman. Nome berusaha untuk terus berjalan. Akan tetapi, baru beberapa
langkah, ia sudah tidak sanggup lagi melanjutkan perjalanannya. Nome duduk
bersandar di sebuah batang pohon yang rindang. Ketika hampir tertidur, tiba-
tiba Nome mendengar jerit dari seekor kucing. Nome segera berjalan cepat
menuju ke arah suara itu.
Nome melihat seorang laki-laki sedang memukuli seekor kucing dengan
sebatang ranting. Kucing itu berteriak-teriak kesakitan. Suaranya terdengar
begitu memilukan. Nome merasa kasihan melihat kucing itu.
“Hentikan! Jangan pukuli kucing itu!” teriak Nome menghentikan
perbuatan laki-laki yang sedang memukuli kucing.
Laki-laki itu berhenti memukuli kucing. Kucing itu terbaring di tanah.
Kucing itu tampak lemas setelah beberapa kali dipukul oleh laki-laki itu. Lidah
kucing itu pun terjulur ke depan. Kucing itu seperti sedang kehausan dan
kelaparan. Matanya yang bulat kuning kehijauan memandangi Nome. Nome
semakin iba kepadanya.
“Mengapa kau pukuli kucing ini?” tanya Nome.
“Kucing ini mencuri makanan di rumahku. Bahkan, kucing itu berani
membuka tudung saji di atas meja makan dan mengambil sepotong makanan.
Akan tetapi, makanan itu belum sempat dimakannya. Awas saja, jika kucing
itu berani mencuri makanan di rumahku lagi. Aku akan memukulnya lagi,”
14