Page 46 - Cerita Nome
P. 46
membantu pelayan-pelayan di istana untuk menyiapkan berbagai keperluan.
Sementara itu, ia hanya duduk-duduk saja. Ia benar-benar malas. Lalu apa
yang mampu dihasilkan oleh seorang pemuda yang tidak memiliki keahlian
di bidang apa pun?” kata putri kedua. Putri pertama dan putri ketiga pun
membenarkan pendapat putri kedua.
Keesokan harinya ibu Nome bersiap-siap untuk datang lagi ke istana. Hari
ini ia membawakan sekeranjang buah kesemek yang dipetiknya dari sebatang
pohon kesemek yang tumbuh di halaman rumahnya. Setelah bertemu raja,
ibu Nome diantar oleh seorang pelayan untuk menjumpai putri kedua yang
sedang duduk di dekat kolam ikan.
“Putri, bibi membawakan sekeranjang buah kesemek untukmu. Buah
kesemek ini berasal dari pohon kesemek yang bibi tanam sendiri. Ayo
ambillah dan makanlah buah ini. Rasanya sangat manis. Kau pasti suka untuk
memakannya,” kata ibu Nome sambil menyerahkan dua buah kesemek yang
baru saja dikupasnya dengan pisau.
Putri kedua menerima buah kesemek yang disodorkan oleh ibu Nome
padanya. Ia memang sangat menyukai buah kesemek yang merupakan salah
satu buah-buahan yang mudah ditemui di dataran tinggi Gayo. Putri kedua
mulai mengunyah buah kesemek itu dengan lahap.
“Phuuhh...,” putri kedua menyemburkan buah kesemek yang sedang
dikunyahnya.
“Ada apa, Putri? Apa buah kesemek itu rasanya tidak enak?” tanya ibu
Nome.
“Bibi membohongiku. Buah kesemek yang bibi berikan padaku rasanya
sangat kelat. Cobalah Bibi mencobanya supaya mengetahui rasa buah kesemek
ini,“ kata putri kedua.
Ibu Nome mencoba mencicipi seiris buah kesemek. Benar yang dikatakan
putri kedua. Buah kesemek yang dibawanya sangat kelat dan tidak enak untuk
dimakan. Sesaat kemudian ibu Nome tersenyum.
“Maafkan bibi, Putri. Bibi belum merendam buah kesemek ini dengan air
kapur atau air garam. Sebelum dimakan, buah kesemek harus direndam air
kapur atau air garam selama beberapa hari supaya rasa kelatnya hilang. Pada
waktu yang lain bibi akan membawakanmu buah kesemek yang lain. Sekali lagi
maafkan bibi ya, Putri!” kata ibu Nome.
“Bibi tidak perlu membawakanku buah kesemek lagi. Di istana juga
tersedia buah kesemek. Aku tinggal mengatakannya pada pelayan istana
37