Page 21 - Cerita dan Sampul Biawak Zege
P. 21
Silas mengkhawatirkan pencari kayu itu akan keluar hutan. Lalu, ia
memanggil-manggil pencari kayu itu.
“Pak, Pak, Bapak. Paaak.”
Namun, pencari kayu itu tidak mendengarnya.
Sementara itu, pencari kayu yang sedang memungut kayu menghentikan
kegiatannya. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari asal suara itu. Namun,
asal suara itu tidak didapatkannya. Ia kemudian melanjutkan memungut
kayu yang berjatuhan. Pencari kayu itu tidak mau mencari kayu dengan cara
menebang pohon. Ia menyadari bahwa jika dilakukan penebangan, hutan
akan menjadi gundul. Hutan yang gundul menyebabkan banjir.
Pencari kayu itu mengelompokkan kayu menjadi dua, yaitu kayu yang
masih basah dan yang sudah kering. Kayu itu diikat untuk memudahkan
membawanya. Saat kayu itu akan dipanggul, ia mendengar lagi suara yang
memanggilnya. Kali ini suara itu keras dan jelas. Kemudian, ia menurunkan
kayu yang sudah dipanggulnya. Ketika ia membalikkan badannya, Silas tidak
jauh darinya telah berdiri tegak sambil tersenyum.
“Pak, Bapak, kenalkan, saya Silas, yang tadi memanggil-manggil Bapak,”
kata Silas sambil mengulurkan tangan untuk berjabatan.
“Ada apa, Nak? Mengapa memanggil-manggil Bapak. Apa Anak
memerlukan bantuan dari Bapak?”
“Iya, Pak, saya memerlukan bantuan Bapak. Dua teman saya kini sedang
menuju ke sini, yaitu Natan dan Pilemon. Kami akan menuju Gunung Zege.
Bapak tahu jalan yang lebih dekat menuju Gunung Zege?”
Natan dan Pilemon yang sudah berada di dekat Silas menyambung.
“Iya, Pak, kami ini ingin cepat sampai gunung itu.”
“Nak, sebenarnya dari sini sudah tidak jauh lagi jalan menuju gunung
itu. Kalian ambil jalan lurus saja. Kalau ingin cepat sampai, jangan banyak
istirahat. Usahakan pada malam hari kalian sudah keluar dari hutan ini,” kata
pencari kayu.
“Mengapa, Pak?” kata Natan.
13