Page 53 - Cerita dan Sampul Biawak Zege
P. 53
saya perhitungkan. Lalu, apa yang harus saya lakukan sekarang?” kata Pak
Lurah dengan lirih.
“Pak Lurah harus menghentikan permintaan warga untuk mendapatkan
kauri dengan memberikan korban babi. Dengan tetap menuruti keinginan
warga meminta kauri, itu berarti Pak Lurah mencelakakan masa depan
mereka. Jika hal itu berlarut-larut, Desa Bilai ini akan menjadi desa yang
terbelakang karena warganya menjadi pemalas,” kata Pilemon.
“Benar, Pak Lurah, untuk memajukan desa atau apa saja dibutuhkan
kerja keras, bukan bermalas-malasan. Desa Bilai sekarang ini membutuhkan
warganya untuk bekerja keras agar menjadi desa yang tidak terbelakang,”
kata Natan menambahkan.
Pandangan Salas, Natan, dan Pilemon yang disampaikan kepada Pak Lurah
itu dirasakannya cukup keras sehingga menyulut emosinya. Wajah Pak Lurah
yang tadinya ceria berubah menjadi tegang. Pak Lurah pun menanggapinya
dengan emosi.
“Pilemon, kalau begitu sebaiknya kita bunuh saja biawak itu daripada
menjadikan masalah di desa ini. Saya juga tidak mau disalahkan karena
biawak itu. Kalau biawak itu mati, selesai sudah masalah warga kita ini.”
Sementara itu, biawak yang ada di kandang mengetahui bahwa dirinya
terancam. Biawak itu menjadi marah karena Pak Lurah akan membunuhnya.
Ia merasa bahwa kebaikannya telah dibalas dengan keburukan bak air
susu dibalas dengan air tuba. Biawak itu mengambil caranya sendiri, yaitu
memoraporandakan kandangnya. Pintu kandang dijebol, lalu biawak itu
keluar kandang dan mencari tempat tinggal yang dirasakannya aman. Tempat
yang dipilih itu adalah di atas pohon yang rindang. Daun di pohon itu dapat
menutupi badannya sehingga biawak itu merasa aman yang jauh dari rencana
penbunuhan.
Keadaan alam tiba-tiba juga berubah. Tanpa ada tanda-tanda mendung
dan gerimis, hujan turun deras. Angin bertiup kencang. Petir dan geledek
bergantian. Ranting-ranting pohon berjatuhan. Daun berguguran. Pohon
45