Page 39 - Cerita Pendekar Muda Tanjung Bengkulu
P. 39

dalam  ilmu  kebatinan,”  ucap  Magedi dalam  suatu  jamuan  makam  malam

                  kepada murid-murid Perguruan Silat Kardatalu. Sambil menatap satu per atu

                  wajah pesilat-pesilat muda itu, termasuk Anak Dalam, Magedi melanjutkan

                  perkatannya.


                         “Kalau  tidak ada  aral  melintang,  lusa,  petang  Kamis  malam  Jumat

                  sehabis salat isya, saya ingin kalian semua memperagakan aksi silat kalian.

                  Dan termasuk kamu juga, Anak Dalam!” perintah Magedi pada Anak Dalam

                  dan pada semua tamunya yang hadir.


                         “Baik, Baginda,” Linjang Besawai menganggukkan kepalanya.



                         “Baik, Ayah.  Kami  akan peragakan  aksi silat  kami  pada  malam  itu,”

                  Anak Dalam mengulas anggukan Linjang Besawai sambil menatap mata ayah

                  angkatnya.


                         “Baik.  Aku, Ahwanda  Jaya,  Remandung  Nipis,  semua  isi istana,  dan

                  juga  orang-orang  kampung  akan  menyaksikan  pertunjukan  silat  kalian  itu

                  nanti sebagai hiburan musim panen.”


                         “Hiburan musim panen? Abu Mashur bertanya karena tak mengerti.

                  Maklum, di kampung halamannya, Mekkah, orang-orang tidak mengenal padi.

                  Jadi, tidak ada musim panen.”


                         “Iya,  hiburan  musim  panen,”  Raja  Magedi menjelaskan  kepada  Abu

                  Mashur  tentang ‘panen’.



                         Abu Mashur mengangguk-angguk tanda mengerti setelah mendengar

                  penjelasan Raja Magedi


                         “Selain itu, aku sebagai pimpinan di sini ingin melestarikan silat Tanjung







                                                          33
   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44