Page 14 - Awan Putih Mengambang di Cakrawala
P. 14
“Iya, kamu tidak lupa membawa bingkisan roti mantou
untuk eyang?”
“Enggak, Bu!” jawab Andini sambil menengok ke luar
jendela. Stasiun Manggarai baru saja dilewati dan sebentar lagi
akan sampai di Stasiun Jatinegara. Taksaka juga tidak berhenti di
sana.
Perjalanan liburan memang selalu menyenangkan bagi
Andini. Dia melihat situasi yang berbeda pada kota-kota atau
daerah yang dilewatinya. Dia dapat memandang dari kaca jendela
kereta api. Dusun-dusun dengan segala aktivitas penghuninya
memulai kehidupan pada pagi hari. Hal yang paling disukai
Andini adalah awan-awan yang seakan menggantung di langit
mengikutinya bergerak sepanjang jalan. Tiang-tiang yang berbaris
di pinggir rel kereta api bergerak lari meninggalkannya. Demikian
pula, pepohonan yang berjajar rapi di sepanjang rel kereta. Ada
gerak yang bergegas seakan waktu tak memberi kesempatan
untuk sekadar memperlihatkan pucuk daun yang baru tumbuh
kepada Andini. Itu suasana yang selalu dinikmatinya ketika naik
kereta api.
Pengalaman tersebut selalu diceritakan kepada eyangnya
ketika Andini tiba di rumah eyangnya. Sang eyang dengan sabar
mendengarkan celoteh si cucu. Dengan bersemangat Andini
akan menceritakan kepada eyangnya bagaimana pohon dadap
yang tegak di areal persawahan di sekitar bukit yang tampak,
seakan telanjang tak berdaun, hanya tinggal tulang-tulang batang
pohonnya. Dari pucuk-pucuk ranting menyembul kelopak merah
membara menjadikan pohon dadap itu seakan bercahaya dari
kejauhan.
8