Page 40 - Awan Putih Mengambang di Cakrawala
P. 40
“Abimanyu adalah mustikaku, Kanda. Dia adalah gantungan
hidupku satu-satunya.” kata Sumbadra sambil menyusuti air
matanya.
Kresna berjalan ke arah Utari dan mengusap kepala Utari
yang sejak tadi terus menerus menangis tanpa suara. Kresna
berkata kepada Utari.
“Demi suamimu, Utari, berhentilah mengucurkan air mata,
rawatlah baik-baik bayi dalam kandunganmu itu!”
Utari tidak berkata sedikit pun. Dari kedua matanya
mengalir air mata bagaikan sungai tak henti-hentinya. Tubuhnya
lemah lunglai tak berdaya. Hanya satu yang dapat membuatnya
terus hidup, yaitu denyutan yang ada dalam perutnya. Cinta yang
ditinggalkan di dalam dirinya adalah gerak halus yang selalu
hadir di setiap waktu di dalam tubuhnya. Itu adalah satu-satunya
kenangan dari suaminya untuk Utari.
Setelah beberapa hari beristirahat di Dwaraka, Kresna
kembali ke Astina bersama Utari dan Sumabadra. Utari melahirkan
di Astina ditunggui oleh Sumbadra, Kunti, dan Drupadi. Bayi yang
lahir itu laki-laki. Namun, akibat kutukan Aswatama, bayi itu lahir
meninggal.
Seluruh penghuni istana Astina meratapi bayi beku yang
keluar dari rahim Utari. Kunti menangis tersedu-sedu sambil
memanggil-manggil Kresna. Di belakang Kunti, berdiri Drupadi,
Sumbadra, dan para kerabat Pandawa. Tangisan mereka begitu
nyaring sehingga membuat Kresna segera berlari mendekat ke
kamar Utari. Kunti berkata sambil menarik lengan Kresna.
34