Page 61 - Awan Putih Mengambang di Cakrawala
P. 61
Menjelang sore, tidak ada tanda-tanda datangnya naga
Taksaka. Doa-doa tetap terdengar di seluruh penjuru istana.
Ketika itu, datang lagi seorang brahmana membawa jambu segar
yang berwarna merah dalam keranjang. Brahmana itu bergabung
dengan brahmana lainnya, setelah menyerahkan keranjang pada
punggawa istana. Kata brahmana kepada punggawa istana.
“Jambu ini saya hadiahkan untuk Raja Parikesit sebagai
salah satu penolak bala. Semoga dapat diterima oleh junjunganku,”
kata brahmana itu sambil menyembah. Setelah menyerahkan
jambu tersebut, brahmana itu lalu menghilang. Ternyata
brahmana itu adalah jelmaan dari Taksaka yang kemudian diam-
diam menyusup ke buah jambu dalam keranjang yang dibawa
oleh punggawa kerajaan itu.
Punggawa kerajaan membawa keranjang itu ke atas
menara. Dengan perlahan-lahan dia menapaki tangga menara
menuju pintu. Setelah mengetuk pintu, punggawa itu menyembah
sambil berkata.
“Raja yang agung, ini ada persembahan dari seorang
brahmana sebagai salah satu penolak bala bagi paduka,” kata
punggawa itu sambil menundukkan kepala. Parikesit membuka
pintu menara dan menerima sekeranjang jambu berwarna merah
segar, kesegaran jambu itu menarik selera Parikesit.
Pada waktu menjelang senja, ketika merasa sudah hampir
tidak ada ancaman lagi yang berkaitan dengan kutukan Srenggi,
Parikesit mengambil jambu merah untuk dimakan. Ketika jambu
akan digigit, dari dalam jambu yang segar dan menggiurkan itu
keluar ulat kecil yang menakutkan. Ulat itu melompat ke kaki
Parikesit dan berubah menjadi seekor ular naga raksasa. Lidah
55