Page 13 - Cerita Pengembaraan Syekh Ahmad
P. 13

Setelah  mendengar  sapaan  Syekh  Akhmad,  Datuk  Janggut  berkata,
                  “Selamat datang di desa kami. Saya Datuk Janggut. Saya datuk di desa ini.”
                        Mereka  pun berbincang panjang  lebar.  Rupanya  kecakapan  Syekh
                  Akhmad  tentang agama cukup membuat penasaran sekaligus kagum sang
                  datuk.
                        “Kami memberi izin kepada Tuan dan keluarga untuk tinggal di desa kami
                  ini. Kami sangat senang menerima Tuan dan keluarga tinggal di sini. Seperti
                  yang Tuan lihat, desa ini tidak terlalu aman. Saat ini terjadi pencurian dan
                  perampokan di mana-mana,” tambah Datuk Janggut.
                        Syekh  Akhmad  berkata,  “Terima  kasih, Datuk, kami  telah  diizinkan
                  tinggal di sini. Jika tenaga kami diperlukan, insya Allah kami akan membantu
                  warga di sini.”
                        Tawaran Syekh Akhmad disambut sang datuk dan para warga. Banyak
                  ilmu dan pengetahuan yang dibagi oleh Syekh Akhmad kepada warga. Ajaran
                  yang diberikan oleh Syekh Akhmad dianggap warga sebagai ilmu yang bernilai
                  tinggi  yang  memiliki  kemaslahatan  bagi  seluruh  penduduk.  Segala  macam
                  kejahatan  seperti  pencurian,  perkelahian  antarwarga,  perjudian,  serta
                  kegiatan meminum minuman keras menjadi berkurang. Keharmonisan serta
                  kerja sama di kalangan warga menjadi lebih erat.
                        Syekh Akhmad cukup berhasil mendidik warga baik dalam bidang ilmu
                  agama maupun pengetahuan di Desa Hinai. Setelah merasa cukup membagi
                  ilmu, Syekh Akhmad pun pamit. Ia kemudian berpindah ke desa lain, desa yang
                  lebih terpencil untuk menyalurkan profesinya sebagai dai. Syekh Akhmad dan
                  keluarga kemudian berpindah-pindah ke desa-desa lain, desa yang lebih jauh
                  ke arah hulu. Mereka menginginkan syiarnya sampai ke seluruh pelosok desa.
                        Berangkatlah Syekh Akhmad ke Desa Setabat. Desa tujuan selanjutnya.
                  Beberapa bukit mereka lewati. Hutan dan sungai mereka arungi. Tak terhitung
                  entah  berapa  ekor  binatang  buas  yang  sempat  menghentikan  perjalanan
                  mereka. Syekh Akhmad dan kedua anaknya tetap sabar dan tawakal. Mereka
                  menganggap  semua  itu adalah  cobaan  dan  tantangan  yang  harus  mereka
                  hadapi demi mendapat rida Ilahi.
                        Siang  itu,  Syekh  Akhmad  beserta  kedua  anaknya  menyusuri  hutan,
                  sawah, dan ladang. Karena hari itu hujan turun cukup lama, jalanan menjadi
                  licin. Syekh Akhmad dan kedua anaknya jatuh dan tergelincir ke sawah yang
                  sedang menguning. Beberapa bagian sawah termasuk padi yang siap dipanen
                  itu menjadi rusak.
                        Kejadian  itu  rupanya  diketahui  oleh  si pemilik sawah.  Pemilik sawah
                  marah kepada Syekh Akhmad. Syekh Akhmad mencoba menjelaskan bagaimana
                  musibah jatuhnya mereka hingga terperosok ke sawah itu. Ia meminta maaf
                  kepada si pemilik sawah, tetapi si pemilik sawah tidak menggubrisnya. Bahkan,
                  si pemilik sawah berteriak-teriak menghardiknya.
                        “Orang asing pembawa sial, datang tidak permisi, dan merusak sawah
                  orang lagi!” ucapnya dengan suara keras.
                          Ketika mendengar teriakan itu, warga berdatangan dan berkerumun.
                  Mereka  ikut  memarahi Syekh  Akhmad  dan  anak-anaknya. Ada  warga yang






                                                            6
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18