Page 15 - Cerita Pengembaraan Syekh Ahmad
P. 15

membuat  bunyi  yang  mengejutkan  semua  orang.  “Braaak!  Bruug!” Banyak
                  warga yang terkejut. Dengan cara seperti itu, Syekh Akhmad berpikir bahwa
                  ia akan meredakan kemarahan warga.
                          Setelah  melihat  pemandangan  itu,  warga  yang  sedang  berkerumun
                  terkejut Seketika terdiam. Suasana mendadak hening. Mereka menganggap
                  bahwa orang yang mereka serang tadi bukan orang biasa.
                        “Tuan,  mohon  maaf,  kami  minta  maaf  atas  kejadian  ini.  Kami  tidak
                  menyangka mengapa jadi seperti ini. Kami sepertinya terbawa emosi,” kata
                  salah satu warga dengan tubuh gemetar.
                        “Kami juga mohon maaf, Tuan, karena kami telah melempari batu kepada
                  Tuan dan anak-anak Tuan,” kata warga lainnya.
                        Setelah mendengar perkataan itu, Syekh Akhmad pun berkata, “Kami
                  maafkan.  Kami  juga  mohon  maaf  sebelumnya  karena  bukan  maksud  kami
                  berkunjung ke desa ini tanpa permisi, tetapi kami baru sampai dan kami belum
                  sempat menemui kepada desa di sini.”
                        “Masyaallah, Tuanku hebat sekali. Tuan pasti bukan orang sembarangan.
                  Tuan  pandai  bela  diri.  Maafkan  saya,  Tuan,”  kata  ibu-ibu  yang  sedang
                  berkumpul di bawah pohon besar itu. Diikuti oleh warga lainnya yang berkata,
                  “Ya, ya, Tuan ini sangat sakti. Tubuhnya sangat ringan. Ia bisa melompat ke
                  sana kemari.”
                          Syekh  Akhmad  dan  anak-anaknya  yang  pada  mulanya  kesal, kini
                  tersenyum mendengar pujian beberapa warga.
                          Di antara mereka ada anak muda yang tiba-tiba berlari ke arah Syekh
                  Akhmad dan berkata, “Maaf Tuan, tadi saya sebetulnya hanya ikut-ikutan.
                  Kami tidak tahu kejadian yang sebenarnya. Kami hanya ikut-ikutan melempari
                  Tuan dengan batu. Maafkan kami.”
                        “A... ampun, Tuan. Ampuni saya. Saya tadi mengira Tuan ini penjahat
                  yang hendak mencuri padi saya. Semua ini gara-gara saya, Tuan,” kata sang
                  pemilik sawah sambil menghampiri Syekh Akhmad .
                        “Tidak apa-apa. Itu memang salah kami sudah merusak sawah Bapak,”
                  kata Syekh Akhmad lagi.
                        Suasana  gaduh  tiba-tiba  berubah  damai.  Salah  satu  orang  warga
                  mengambil alih kendali.
                          “Ya  sudah,  Bapak-Bapak,  Ibu-Ibu,  dan  Saudara-Saudara,  mari  kita
                  sambut kedatangan tamu kita. Kita ajak mereka ke rumah Pak Lurah,” kata
                  salah satu warga. Seketika itu pula para warga mengiringi Syekh Akhmad dan
                  kedua anaknya menuju kediaman kepala desa.
                        Kepala desa dan warga menyambut baik kedatangan Syekh Akhmad dan
                  kedua anaknya di desa itu. Sejak itu Syekh Akhmad tinggal di Desa Hinai. Syekh
                  Akhmad pun berkata kepada pemilik sawah itu bahwa ia akan bertanggung
                  jawab dengan tanaman padi yang rusak dan mendoakan agar sawahnya subur
                  dan panen dengan hasil yang bagus.
                        Hari berganti hari. Minggu berganti minggu. Syekh Akhmad dan kedua
                  anaknya  mulai  merasa  betah  tinggal  di desa  itu.  Desa  yang  subur  dengan
                  kekayaan alam yang melimpah. Pergantian musim hujan ke musim panas yang






                                                            8
   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20