Page 23 - Cerita Pengembaraan Syekh Ahmad
P. 23

5

                                       Kepulangan Syekh Akhmad

                                           ke Kampung Halaman




                         Malam  itu,  ketika  bulan  bersinar  cerah.  Langit bersih  dipenuhi  oleh
                  bintang  yang  berkilauan  laksana  intan  permata  yang  bertaburan.  Syekh
                  Akhmad merenung dan teringat kembali pada masa-masa kecilnya yang hidup
                  di pulau kecil di tengah laut.
                        Keindahan  pantai  pulau  tempat  ia  selalu  bermain  dan  berkejar-
                  kejaran dengan temannya, Syekh Jakhi, selalu terbayang di matanya. Rasa
                  rindunya  pada  deburan ombak  yang  menghempas  di pantai  yang  berpasir
                  putih terhampar sejauh mata memandang selalu mengingatkan dirinya akan
                  kampung  halamannya.  Ketika  mengingat  masa  kecil yang  indah  bersama
                  sahabatnya di tepi pantai membuat Syekh Akhmad sering termenung seorang
                  diri.
                        Syekh Akhmad tiba-tiba teringat akan janjinya kepada bekas muridnya
                  bahwa dia akan kembali ke pulau itu. Ia merasa berdosa telah melupakan
                  mereka,  baik  pengurus  masjid  yang  bernama Soleh  maupun  para  santri-
                  santrinya.  Entah  bagaimana  kehidupan  mereka  sejak  Syekh  Akhmad
                  meninggalkan pulau tempat tinggal mereka itu.
                        Apakah  mereka  masih  menjadi  pengurus  di  Masjid  Raya  Al-Madani?
                  Apakah  mereka  masih  aktif  mengadakan  pengajian  di  setiap  hari  Minggu
                  pagi?  Apakah  mereka  masih  aktif  mengadakan  perayaan-perayaan  seperti
                  hari-hari besar Islam bersama anak-anak dan orang tua? Bagaimana dengan
                  anak yatim? Apakah mereka masih aktif mengadakan santunan untuk anak
                  yatim? Lalu, siapakah yang dituakan sekarang di sana?
                        Berbagai  pertanyaan  berkecamuk  di  benak  hati  Syekh  Akhmad.  Ia
                  merasa  terpanggil    untuk  kembali  ke  kampung  halamannya,  Kodah  di
                  Tanah Semenanjung, untuk menata kehidupan kembali di sana. Dia merasa
                  berkewajiban untuk mendampingi teman, para santri, dan warga di sana agar
                  mereka mendapat  rida Allah. Apalagi di sana masih ada Mak Isah, istri Ustaz
                  Maulana, yang sudah dianggapnya seperti ibu kandung sendiri dan sekarang
                  tentu  merasa  sangat  kesepian  meskipun  sekarang  sudah   pikun.   Syekh
                  Akhmad tetap merindukannya.
                        Ni Mas, istrinya memperhatikan perubahan sikap Syekh Akhmad akhir-
                  akhir  ini.  Ia  sering  melihat  suaminya  itu  diam-diam  pergi  ke  pantai  dan
                  memandang jauh ke tengah laut. Ia betah berlama-lama duduk termenung
                  di  pantai.  Suatu  hari,  karena  sedang  asyik  melamun,  Syekh  Akhmad  tidak
                  menghiraukan air laut yang pasang sudah merendam kedua kakinya sampai
                  ke lutut.
                        “Kanda,  aku  perhatikan  beberapa  hari  belakangan  ini,  Kanda  sering
                  termenung. Apa gerangan yang ada di pikiran Kanda?” tanya Ni Mas pada
                  suatu malam.




                                                           16
   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28