Page 32 - Cerita Pengembaraan Syekh Ahmad
P. 32

“Aku sarankan, engkau temui seorang petapa yang bernama Wisnu Alam
                  di Gunung Andaloka. Letaknya tidak  jauh dari sini. Ia bisa membantumu,”
                  kata si kakek.
                        Belum lagi Pangeran Indra membalas ucapannya, kakek itu menghilang.
                        Pangeran Indra terbangun dari tidurnya. Ia mengatur napasnya sambil
                  mengelus-elus dadanya.
                        “Apakah mimpi itu adalah petunjuk? Ataukah tadi hanya bunga tidurku
                  belaka?” gumamnya.
                        Pikirannya  berkecamuk.  Jantungnya  semakin  berdebar-debar  setiap
                  mengingat  suara  bisikan  yang  diucapkan  sang kakek. Suara  bisikan  itu
                  terdengar lembut, tetapi tegas menyentuh batinnya. Pangeran Indra merasa
                  ia sedang dituntun oleh seseorang.
                        Pangeran  Indra  kemudian  melanjutkan  perjalanannya.  Ia  masih
                  penasaran  dengan  mimpinya  tadi.  Sawah  ladang  ia  lalui.  Panas  hujan  ia
                  hiraukan. Pangeran Indra bertekad mengikuti petunjuk yang dikatakan kakek
                  dalam  mimpinya  itu.  Setelah  sampai  di  kaki  Gunung  Andaloka,  hari  sudah
                  malam. Ia kemudian mendapati sebuah warung. Di sana ia beristirahat untuk
                  makan dan menjalankan salat.
                        Di sana ada seorang nenek tua. Sang penjaga warung. Pangeran Indra
                  lalu bertanya mencari petunjuk.
                          “Nenek,  berapa  lama  kira-kira  jika  aku  ingin  ke  puncak  Gunung
                  Andaloka?”  tanya Pangeran Indra.
                        “Bergantung pada niat baikmu, anak muda. Jika berniat baik, engkau
                  akan cepat sampai di tempat tujuan. Kalau sebaliknya, engkau akan tersesat,”
                  jawab nenek tua.
                        “Oh, begitukah? Semoga perjalanan ini tidak akan lama lagi. Saya harus
                  segera menuju gunung itu, Nek,” kata Pangeran Indra.
                        Si nenek hanya tersenyum manis.
                         “Tunggulah sampai besok pagi, Nak. Cuaca sedang tidak bersahabat.
                  Lebih baik engkau melanjutkan perjalanan setelah matahari terbit esok hari,”
                  kata si nenek memberi nasihat.
                          Pengeran  Indra  menuruti  pesan  nenek  itu.  Ia  pun  memutuskan
                  beristirahat di warung itu setelah meminta izin kepada si pemilik warung.
                        Matahari belum menampakan diri, kokok ayam jantan pun masih belum
                  terdengar. Setelah salat Subuh, Pangeran Indra langsung bergegas menuju
                  puncak gunung, puncak gunung yang hijau.
                        Naik  turun  bukit  hingga  hutan  belukar  ia  lalui.  Tak  jarang  dalam
                  perjalanannya  ia  harus  menghadapi  binatang  buas  seperti  harimau,  babi
                  hutan, dan ular. Kalau ada yang hendak menerkam, ia lawan dengan senjata
                  seadanya. Daging binatang yang bisa dimakan ia manfaatkan untuk mengisi
                  perutnya.
                        Matahari mulai bergerak ke arah barat. Pengeran Indra telah sampai
                  di kaki gunung. Ia berhenti di depan gua yang dituju. Ia berhenti di depan
                  gua  itu,  Gua  Pesagi.  Pangeran  Indra  memilih  beristirahat  sejenak  untuk







                                                           25
   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37