Page 15 - Pertarungan Terakhir Seri 1
P. 15

“Kalau engkau bukan seseorang yang sudah sangat lama
            terlatih dengan ilmu kanuragan, engkau sudah mati. Obat-obatku
            hanya membantu menyembuhkan, selebihnya kekuatan tubuhmu
            sendiri, selebihnya lagi kehendak Yang Kuasa.”


                    Serunting mengangguk takzim.

                    “Terima kasih sekali  lagi  yang  setulus-tulusnya,  Bapak
            Tabib sudah merawat saya.”

                    “Tidak usah dipikirkan, Nak. Namamu siapa dan dari
            mana?”


                    “Serunting,  Bapak  ...,” jawab laki-laki  itu. Kemudian, ia
            pun  menceritakan  mula  perselisihannya  dengan  Rie Tabing
            yang berakhir dengan pertarungan hingga Rie Tabing berusaha
            membunuhnya. Serunting merasakan anak-anak sungai mengalir
            dari hulu matanya yang masih kuyu.

                    “Iya, sabarlah, Serunting. Cobaanmu memang berat karena
            istri dan adik iparmu telah mengkhianatimu.  Perilaku manusia
            tak  selamanya  baik  seperti yang  diharapkan.  Di dalam  diri
            manusia itu juga tertanam hawa nafsu yang sewaktu-waktu bisa
            tak  terkendali dan mendatangkan angkara murka. Sebenarnya,
            musuh terberat  dalam  hidup kita  adalah  diri  kita  sendiri,  Nak,

            dalam mengendalikan hawa nafsu kita.”

                    Serunting mendengarkan wejangan Tabib Sentani dengan
            masih bertetesan air mata.

                    “Sekarang istirahatlah barang seminggu lagi di gubuk saya
            ini, Nak. Nanti setelah sembuh benar, engkau boleh melanjutkan
            perjalanan ke Bukit Siguntang.”


                                          9
   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20