Page 39 - Pertarungan Terakhir Seri 1
P. 39

Siapa  menabur badai, akan menuai angin,  begitulah

            pepatah yang tepat untuk menggambarkan mereka yang sering
            mencari keributan  dengan  mengorbankan  orang-orang  tak
            berdaya di kampung, mereka akhirnya bertemu dengan kematian
            dan menjadi batu karena kutukan Pahit Lidah.

                    Para pendekar dari golongan putih mempunyai cara yang
            berbeda untuk menjajal kesaktian Serunting. Mereka tidak mau
            mendapat  amuk  Serunting  dengan  kutukannya  maka  mereka
            mencoba mengajak bertarung di jalur aman. Mereka hanya sering
            mengajak  adu ketangkasan, tetapi diam-diam sering  mencari
            kelemahan  Serunting  agar dapat  mengalahkannya  suatu  saat
            sehingga akan dianggap sebagai pendekar papan atas dalam dunia
            persilatan.


                    Batara sudah kembali dari pengembaraannya dan tinggal
            di  perguruan  Mata  Empat.  Sementara  itu,  Rie  Tabing  yang
            sudah enam bulan  belajar  bela  diri  dengan jeda per  dua bulan
            kembali ke Semidang untuk menunaikan tugasnya sebagai kerie
            menggantikan Serunting. Saat Batara kembali, Rie Tabing sedang
            berada di Semidang.

                    Kedatangan  Batara  disambut  dengan  pesta  kecil  oleh
            adik-adik perguruannya. Reka yang paling sibuk di antara yang
            lain  menyambut sahabat  sekaligus kakak seperguruannya itu.
            Malam  itu  Batara  menghadap  sang  guru  dan  menceritakan

            pengalamannya selama dalam pengembaraan.

                    “Kabar apa saja yang kaubawa, Batara?” tanya Mata Empat
            kepada murid seniornya itu.




                                         33
   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44