Page 47 - Pertarungan Terakhir Seri 1
P. 47
mengamati Serunting sesekali sambil membaca kitab-kitab
mantra sehari-hari yang ditulis di kulit kayu yang diberikan
Serunting kepadanya.
“Siapa orang tuamu, Batara?” tanya Serunting dari ruang
tamu setelah selesai menulis surat balasan untuk Mata Empat.
Meskipun bilik itu tertutup, Serunting dapat mengetahui bahwa
pemuda itu belum beranjak tidur. Batara tercekat. Ia buru-buru
membuka pintu dan menghadap Serunting di beranda depan.
“Rie Kencana dari Rejang,” jawab Batara sambil memberi
anggukan, kemudian duduk di samping Serunting.
“Owh, anak Rejang engkau ini. Pintar engkau menulis Ulu.”
Batara mengangguk.
“Ini surat balasanku. Besok segera kaukembali bertemu
gurumu.”
Batara mengangguk lagi dan sedikit membungkukkan
punggung.
Sebelum matahari terbit, Serunting pun ikut berkemas
dengan keperluan seadanya.
Kitab dari kulit kayu yang berisi mantra-mantra harian
itu diberikan Serunting sebagai hadiah kepada pemuda itu.
Batara tidak mendapat sepatah kata pun perhatian dari sang
pendekar sakti, si Pahit Lidah, meskipun secara sekilas kitab itu
tak istimewa. Batara memacu kuda pinjaman sang guru dengan
sangat cepat. Ia menuju ke arah timur laut, kemudian menyusuri
41