Page 9 - Cerita Petualangan Baron Sakender
P. 9

perempuan menangis ketakutan karena tiupan angin yang keras menyingkap

                  bajunya hingga menutupi kepala.
                       Seorang ibu yang akan melangkahkan kakinya dari tepian sungai menuju

                  daratan  pun  mendadak  berteriak  histeris.  Semua  berlarian  meninggalkan
                  tepian  sungai  menuju  daratan  dan  selanjutnya  bergegas  menuju  rumah

                  masing-masing. Mereka khawatir  jika tiba-tiba hujan membasahi bumi dan
                  angin semakin kencang bertiup, akan sulit menuju pulang rumah. Apalagi jika

                  nantinya hujan segera turun, jalan setapak yang akan mereka lalui pasti akan
                  licin  dan  sulit.    Berbondong-bondong  sambil  berpegangan  tangan,  mereka

                  menyusuri pemukiman yang mereka tinggali. Awan bertambah pekat menutupi
                  langit  dan  sebentar-sebentar  terdengar  gemuruh  kilat  dibarengi  halilitar

                  yang  menggelegar,  Perjalanan  yang  mereka  tempuh  dirasa  sangat  jauh,
                  tetapi menjadi terasa ringan karena rasa kebersamaan dan saling membantu

                  di antara  mereka.  Sambil  terus  berdoa  mereka  mohon  agar  hujan  jangan
                  membasahi bumi dahulu sebelum  tiba di rumah. Tampak terasa, perjalanan

                  sudah mendekati  rumah mereka. Wajah anak-anak mulai menampakkan rona
                  bahagia. Demikian pula dengan ibu-ibu, hati mereka bahagia karena hujan

                  belum turun ketika tiba di rumah. Bergegas masing-masing kembali ke rumah
                  karena  halilitar  dan  guruh  menggelegar  kembali  disertai  hujan  dan  angin

                  kencang.
                       Suasana di Bukit Arbi  gelap gulita dan tidak ada orang yang berani keluar

                  rumah.  Beberapa  dahan  dan  ranting  pohon  jatuh  tertiup  kerasnya  angin.
                  Tiupan angin berbunyi seperti meliuk-liuk keras dan menyebabkan beberapa

                  atap rumah berterbangan. Kepanikan, ketakutan, dan kegaduhan membuat
                  suasana di Bukit Arbi  semakin tegang. Hujan  mengguyur Bukit Arbi semakin

                  deras, tetapi angin yang bertiup keras sudah semakin berkurang. Lima belas
                  menit  kemudian,  hujan  pun  reda.  Pintu-pintu  rumah  mulai  satu  per  satu

                  dibuka oleh penghuninya. Beberapa orang mulai berjalan keluar rumah untuk
                  melihat lingkungan sekitarnya, terutama rumah-rumah yang atapnya terbang

                  terkena kencangnya tiupan angin. Mereka berduyun-duyun saling membantu
                  rumah yang atapnya tertiup angin.

                       Tersebutlah,    seorang  nakhoda  dari  Negara  Spanyol  yang  tinggal
                  di  Bukit  Arbi.  Ia  bernama  Baron  Kawitparu  dan  tinggal  bersama  empat



                                                           2
   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14