Page 46 - Ayam Jantan dar Timur
P. 46

jelas. Begitu gembiranya si Buta langsung melangkah ke tempat
            terang tanpa melihat sekitarnya. Kakinya tanpa sengaja menabrak
            pelipis Si Tuli yang sedang berusaha duduk. Si Tuli merasa pusing
            tujuh  keliling  dan telinganya berdenging hebat. Perlahan-lahan
            dengung itu melemah dan tiba-tiba si Tuli menangkap suara alam
            sekitar.


                    Ketiga orang itu terduduk diam saling menatap. Mereka
            mendapatkan  kebahagiaan  dari Allah  tak  terhingga.  Mereka
            sembuh dengan jalan yang tanpa sengaja. Dalam duduk diam itu
            mereka bersyukur. Setelah saling menatap,  ketiganya tertawa
            terbahak-bahak  bahagia.  Mereka mengumpulkan harta benda
            yang berada di pondok itu. Harta itu dibagi menjadi tiga. Ketiga
            orang itu menjadi sahabat sampai tua.

                    “Itu tadi yang dapat hamba ceritakan, Tuanku!”, kata inang

            pengasuh mengakhiri ceritanya.

                    Tanpa terasa hari menjelang senja. I Sani dan I Mallombassi
            diantar inang pengasuh masuk  istana. Setelah makan malam,
            mereka istirahat di kamar.

                    Keesokan harinya, Karaeng Patingalloang  sedang
            beristirahat  dari pekerjaannya. Dia berjalan-jalan  di halaman.
            Bertemulah ia dengan I Sani dan I Mallombassi.  Mereka lalu
            mendekati Karaeng Patingalloang. Kedua anak Sultan itu diajak
            duduk  di beranda  depan  istana.  Anak-anak  Sultan  itu  senang
            bercengkerama  dengan  Karaeng  Patingalloang.  Banyak  cerita

            yang juga dapat didengarkan dari Karaeng Patingalloang.

                    Siang itu, matahari sangat terik.  Panas di  ruangan,


                                         41
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51