Page 49 - Ayam Jantan dar Timur
P. 49

Kesembilan pemerintahan otonom  itu sepakat untuk  memilih

            seorang pemimpin di  antara mereka. Pemimpin  itu diharapkan
            dapat menghentikan perselisihan antarwarga. Pemilihan itu pun
            diadakan  dan terpilih seorang  pemimpin bergelar  Paccallaya.
            Setelah memimpin, ternyata Paccallaya tidak dapat menghentikan
            sikap masyarakat yang selalu berselisih setiap hari.

                    Pada suatu hari, angin tiba-tiba berhenti bertiup. Daun-
            daun  tidak  bergerak  sedikit pun.  Suara  binatang  yang biasanya
            terdengar, pada  saat  itu  senyap.  Tidak ada  ayam berkotek
            selesai bertelur. Kambing  juga tidak  mengembik,  kerbau  tidak
            menguak.  Apakah yang  terjadi? Tiba-tiba  bumi menjadi sunyi.
            Anak-anak  kecil  yang  suka  merengek-rengek  di sekitar ibunya,
            kali ini meringkuk diam di pangkuan sang ibu. Panas menyengat

            tanpa  angin  dan sunyi menyakitkan  telinga.  Tiba-tiba,  suara
            menggelegar mengejutkan seluruh  penduduk. Suara itu datang
            dari  arah bukit. Orang-orang berlarian keluar dari  rumah dan
            berbondong-bondong mendekati  arah  suara  yang  mengejutkan
            itu. Di atas bukit, di pepohonan rimbun dan semak belukar. Tiba-
            tiba,  orang-orang  yang  berkumpul  itu  berteriak tertahan,  mata
            mereka terbelalak. Di depan mereka terlihat pohon-pohon rebah
            dan semak-semak  tercerabut  membentuk  lapangan terbuka.
            Tampak sosok di tengah-tengah lapangan itu memancarkan cahaya
            yang menyilaukan mata berwarna kuning keemasan. Sosok yang
            berada di tengah tanah terbuka itu diliputi asap. Perlahan-lahan
            asap itu lenyap dan sosok itu dapat dilihat dengan jelas. Seorang
            perempuan cantik jelita memancarkan cahaya dan menggunakan
            hiasan kalung berupa lempeng emas atau disebut dokoh.


                    “Dari mana putri itu, Paman?” tanya I Sani.


                                         44
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54