Page 26 - Putusnya Tali Persaudaraan
P. 26
“Kau berjalan kaki ke sana?”
“O, tentu saja tidak. Aku menumpang perahu yang
banyak berlalu-lalang di sepanjang Sungai Melawai Hilir.”
Hubungan Mandau dengan Ma Kili telah sedemikian
akrabnya. Bahkan, seperti anak dan ibunya. Kepada Numa
dan Tima, Mandau yang berusia lebih tua telah menganggap
sebagai adiknya.
Numa senang sekali dengan adanya Mandau. Ia rajin
membantu bila Mandau tengah bekerja di kebun. Kadang-
kadang ia membuatkan penganan kegemaran Mandau. Lalu
dimakan bersama-sama di kebun sambil bercanda dengan
riangnya.
Lain halnya dengan Tima, ia tetap bersikap
merendahkan Mandau. Jangankan bergaul, diajak bicara
pun ia tidak mau.
Ma Kili kadang-kadang merasa jengkel, apabila
Tima telah bersikap sangat keterlaluan kepada Mandau. Ia
berusaha menyadarkan dan menjelaskan bahwa sikapnya
itu sangat tidak terpuji.
“O, aku harus seperti Numa? Harus hargai pemuda
yang tidak jelas asal-usulnya itu? Maaf, Bu. Harga diriku
terlalu tinggi untuk itu. Cukup Numa saja!” ujar Tima
dengan ketus.
20