Page 36 - Putusnya Tali Persaudaraan
P. 36
Numa menunduk sedih. Air matanya jatuh tidak
tertahankan lagi.
“Ke mana Mandau?” tanya Ma Kili.
“Sejak pagi tadi ia berangkat, Bu. Biasa, hendak
menjual hasil kebun kita ke Nangapinoh,” jawab Numa.
“O, ya? Mudah-mudahan dia sempat bertemu dengan
Tima dan suaminya.”
“Ya, mudah-mudahan.”
Ma Kili menatap Numa dengan pandangan yang tajam,
seolah-olah baru pertama kali melihat. Ditelitinya Numa
dengan seksama dari ujung kaki sampai ujung rambutnya.
Numa merasa heran. Lalu bertanya, “Ada apa, Bu?”
Ma Kili tersenyum. “Kau semakin cantik, Numa,
semakin dewasa.”
“Ah Ibu, ada-ada saja.”
Rona merah membaur di pipi Numa sehingga
kecantikannya semakin berseri-seri.
“Engkau sudah waktunya mengikuti langkah
kakakmu, Numa.”
30