Page 31 - Sultra-Raja Indara Pitara
P. 31
alam. Ia mengagumi keelokan bunga-bunga yang tumbuh liar,
kemerduan kicuan burung, ditambah lagi dengan desiran air dari
sungai yang ada di depannya. Tak sabar rasanya ia mencuci muka
di sungai itu. Namun, tiba-tiba terdengar suara rintihan anak kecil
dari balik semak-semak.
“Huh uh uh, huh uh uh….”
Indara Pitara mencari sumber suara.
“Huh uh uh, huh uh uh….”
“Oh, kasihan,” Indara Pitara bergumam. Ternyata suara
rintihan itu berasal dari seorang anak lelaki yang berusia kira-kira
enam tahun. Kaki anak itu terjepit pada akar pohon yang besar.
Ia kedinginan. Tubuhnya basah kuyup setelah tersiram hujan
semalaman. Dengan sigap Indara Pitara langsung membantu
mengeluarkan kaki anak kecil itu dari akar batang pohon yang
melintang. Tak memakan waktu lama, anak kecil itu sudah terlepas
dari himpitan pohon.
“Mengapa kamu sampai terjepit begini? Kenapa kamu bisa di
sini sendirian? Mana ibumu? Untung tidak ada binatang buas.”
Indara Pitara mencercanya dengan pertanyaan.
“Saya tersesat, Kak. Tadi waktu Ibu sedang mengambil kayu
bakar, saya main terlalu jauh dari Ibu. Tiba-tiba saya terjatuh dan
kaki saya terjepit. Sakit sekali, huh uh uh… Ibu, Ibu, Ibu.” Anak
kecil itu tidak bisa menahan tangisnya.
“Iya, ya, ini kakimu keseleo. Tenanglah, sekarang kamu sudah
aman. Namamu siapa?” tanya Indara Pitara sambil mengurut-urut
kaki anak kecil itu.
“La Upa,” jawabnya singkat.
“La Upa, sekarang, kamu makan saja dulu. Ini ada bekal yang
Kakak bawa dari rumah. Kamu pasti kelaparan karena kehujanan
23