Page 33 - Sultra-Raja Indara Pitara
P. 33
semalaman.” Sambil mengusap-usap kepala anak kecil dengan
penuh rasa kasih sayang, Indara Pitara membuka bungkusan yang
dibawanya dari pondok nenek.
“Ubi ini bisa untuk mengganjal perutmu. Makanlah. Sebentar
lagi saya antar kamu ke kampungmu. Kamu masih ingat jalannya?”
Anak kecil itu mengangguk. Mulutnya penuh dengan ubi. Dari cara
makannya, Indara Pitara tahu bahwa anak itu sedang lapar.
Setelah makan, Indara Pitara mengantar La Upa ke rumahnya.
Karena kaki La Upa sakit, Indara Pitara memanggulnya. Indara
Pitara menyusuri pinggiran hutan untuk mengantarkan anak itu
ke pondoknya yang terletak di balik gunung. Kedatangan mereka
disambut dengan suka cita oleh ibu La Upa. Semalaman ia tidak
bisa tidur memikirkan anaknya yang terpisah darinya.
“Semoga hidupmu dipenuhi kebahagiaan, Nak. Hatimu sungguh
mulia.” Ia tidak henti-hentinya berterima kasih atas kebaikan
hati Indara Pitara yang mengantarkan anaknya pulang. Setelah
berpamitan, Indara Pitara pun melanjutkan perjalanan.
Perjalanan Indara Pitara ke kota raja memakan waktu yang
tidak begitu lama. Perhatiannya tertuju pada kerumunan orang di
ujung jalan. “Ada apa, ya, di sana?” Karena penasaran, ia menuju
kerumunan tersebut.
“Ada keramaian apa di sini, Pak?” tanyanya kepada salah
seorang laki-laki yang berdiri di sebelahnya.
“Oh, ini ada pengumuman sayembara.”
“Sayembara apa itu?”
“Raja mengeluarkan sayembara untuk mencari suami tuan
puteri. Sayembara ini terbuka untuk semua orang. Siapa saja yang
bisa menyepak raga sampai masuk ke jendela tuan puteri dan bisa
memenangkan sabung ayam, dialah yang akan menjadi jodoh tuan
puteri!”
25