Page 46 - Sultra-Raja Indara Pitara
P. 46

Nenek dan Indara Pitara keluar dari tempat persembunyiannya

                  dengan napas lega.




                       “Kira-kira  kapan  mereka  datang  lagi,  Nek?”  Indara  Pitara
                  tampaknya penasaran dengan para bidadari itu.

                       “Biasanya mereka datang seminggu sekali. Eh… kamu ini siapa

                  anak muda? Mengapa  kamu sampai di tempat ini.”
                       “Nama  saya  Indara  Pitara,  Nek.  Saya  seorang  pengembara.

                  Kebetulan persediaan air minum saya habis. Tadi saya sebenarnya

                  mau  minta  air  minum  kepada  pemilik  pondok  ini.  Apakah  nenek

                  yang punya pondok ini?”

                       “Iya, sayalah yang tinggal di pondok ini. Sebenarnya kamu mau
                  ke mana, Indara Pitara?”

                       “Tujuan  saya  tidak  menentu,  Nek.  Saya  hanya  mengikuti  ke

                  mana  kaki ini  berjalan.”  Indara  Pitara  tidak  bisa  menjelaskan
                  kepada nenek bahwa tujuan perjalanannya adalah mencari buah

                  Kungkumbulawa.

                       “Kalau  begitu, tinggallah  di pondok ini.  Nenek senang  ada

                  teman karena di sini nenek hidup sendiri.”

                       “Baiklah, Nek. Saya akan tinggal beberapa hari di tempat ini.”
                  Dalam  hati  Indara  Pitara  tersenyum  membayangkan  dia  dapat

                  melihat lagi para bidadari yang sedang mandi. Nenek pun merasa

                  gembira karena mendapat teman.
                       Sesuai dengan perkiraan nenek, rombongan bidadari itu pun

                  datang seminggu kemudian. Indara Pitara tidak lagi sembunyi di

                  balik semak-semak, tetapi ia sudah turun di sumur terlebih dahulu.

                  Dalam sumur ia menjelma menjadi udang. Pada saat para bidadari

                  sedang asyik mandi, Indara Pitara pun mulai beraksi. Ia menjepit
                  paha bidadari secara bergantian.

                       “Aduh, jangan kamu cubit-cubit saya, Indara Pitara.” Demikian





                                                           38
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51