Page 12 - Bengkulu-Sang Piatu Menjadi Raja
P. 12

Piatu sambil mengusap keringat di dahinya, kemudian
            melanjutkan bekerja bersama neneknya.
                    Tanah  yang sudah dibersihkan itu digali dengan
            garpu, dalamnya  kira-kira tiga puluh sentimeter. Tanah

            galian itu dipindahkan ke sampingnya, tempat membuat
            pematang    yang  digemburkan  dengan  dicangkul.
            Pematang  itu    tingginya  tiga  puluh  sentimeter,  lebar
            setengah  meter,  dan  panjangnya  dua  puluh  meter,

            disesuaikan  dengan    kemiringan  tanah.    Bekas  galian
            itu di antara satu pematang dengan pematang lainnya
            menjadi tempat berjalan sang Piatu dan neneknya pada
            saat menanam, menyiram, atau menyiangi rumput.

                    “Pematang  tanah yang  sudah  digemburkan  itu
            tidak boleh diinjak, ya, supaya tidak padat,” kata  Nenek
            mengingatkan cucunya.
                   “Mengapa  tanah  buat  menanam  sayuran  kita

            tidak boleh padat, Nek?” tanya sang Piatu lagi.
                   “Kalau tanahnya padat, air hujan susah meresap
            ke dalam  tanah  dan  akar  tanaman  sulit  menjalar
            mencari sari-sari makanan dari tanah. Kalau tanaman

            kekurangan  sari  makanan  dari  tanah,  tanaman  akan
            susah  tumbuh,  jadinya  kerdil  atau  bisa  jadi  mati.
            Tanaman  kerdil  tak  akan  menghasilkan  daun  sayuran
            atau buah sayur yang subur. Nah, tidak jauh berbeda

            dengan manusia, kalau malas makan badannya kurus.
            Kalau malas belajar ilmunya sedikit dan otaknya kurang




                                          5
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17