Page 22 - Bengkulu-Sang Piatu Menjadi Raja
P. 22

jatuh dan ranting-ranting  kering yang patah. Begitulah,
            pemandangan kehidupan binatang di alam bebas yang
            biasa disaksikan sang Piatu di perjalanannya menuruni
            bukit ke lembah sungai.

                    Lembah  sungai  yang  tanahnya  hampir  datar
            ditumbuhi  hamparan  ilalang  yang  hijau  tua.  Ketika
            angin  berhembus,  terbentuklah  gelombang  bagaikan
            ombak samudera berbaris berkejar-kejaran. Begitulah

            keindahan  alam  yang  masih  asri,  segar   alami,   dan
            terbebas dari polusi. Pemandangan itu hampir menyatu
            tanpa  batas  dengan  hijaunya  daun  padi  di  sawah
            perbukitan yang bertangga-tangga. Sang Piatu terbiasa

            berjalan di tanah miring yang agak licin dan pematang
            sawah  yang berkelok-kelok.   Persawahan  luas  di kaki
            lereng bukit itu berundak-undak.
                    Sejauh   mata  memandang   tampaklah  sawah-

            sawah itu seperti tangga raksasa, sebagian berwarna
            hijau  dan  sebagian  lain  menguning,  menandai  musim
            panen  hampir  tiba.  Semakin  ke  lembah  mendekati
            batang  sungai,  petak-petak  sawah  itu  semakin  luas

            hamparannya.   Ada petak  sawah  yang  tampak seluas
            lapangan  sepak  bola.  Ada  pula  sawah  yang tidak
            ditanami  padi, dibiarkan  air  bergenang  seperti  danau
            kecil  sebagai  kolam,  tempat  ikan  mas,  mujair,  dan

            gurami berkembang biak.






                                         15
   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27